Selasa, 22 Maret 2011

Menerima Takdir


Saudaraku,…
Manusia manakah yang mengetahui takdir kehidupannya? Siapakah yang mengerti akan rahasia besar nasib manusia yang hanya dipegang dan ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa? Bukti kekuasaan Tuhan memang kadang-kadang amat aneh, ganjil, dan sukar dimengerti. Kadang-kadang bahkan nampak tidak adil! Misalnya, seorang yang berwatak jahat hidup dalam keadaan senang dan makmur, sebaliknya seorang yang berwatak baik hidup sengsara. Ada pula seorang yang hidupnya penuh dosa selalu sehat, sebaliknya orang yang hidup saleh bahkan menderita penyakit berat. Terlontarlah kata-kata “tidak adil” dari mulut mereka yang masih belum kuat iman dan kepercayaannya terhadap Tuhan dan kekuasaannya. Akan tetapi tidak demikian sikap orang budiman, atau seorang yang memang menaruh kepercayaan akan keadilan Tuhan secara mutlak.

Dia ini bahkan akan menerima segala apa yang oleh manusia dianggap “sengsara” atau “menderita” dengan hati tenang dan penuh penyerahan sebulatnya kepada Yang Maha Kuasa, menerima lahir batin dengan penuh kepercayaan dan keyakinan bahwa segala apa yang menimpa dirinya itu adalah kehendak Tuhan yang tak dapat diubah pula oleh siapapun juga, dan bahwa di balik semua hal yang menimpa dirinya itu terdapat sesuatu yang adil dan baik. Bahagialah orang yang menerima kemalangan sebagai orang menghadapi ujian, tahan uji, kuat dan akhirnya lulus! Kasihan mereka yang lemah hati, yang tidak kuat menghadapi kemalangan, sehingga kepercayaan menjadi luntur, watak yang baik menjadi buruk, dan kemalangan menyeretnya ke dalam penyelewengan yang akan menghancurkan hidupnya sendiri!




Antara Cinta dan Nafsu

Saudaraku,..
Apa yang kita namakan cinta antara pria dan wanita, itu selalu mendatangkan dua hal yang bertentangan, puas atau kecewa, senang atau susah. Ini membuktikan bahwa yang kita agung-agungkan itu sesungguhnya hanyalah nafsu belaka. Nafsu adalah gairah, adalah "si aku yang ingin senang.” Nafsu selalu berpamrih, karena bersumber kepada pikiran yang menciptakan si aku lewat pengalaman dan pengetahuan. Pamrihnya hanya satu, walaupun kadang terselubung dan mengenakan beribu macam kedok, yaitu ingin mencapai sesuatu, ingin mendapatkan sesuatu, dan "sesuatu" ini pasti yang menyenangkan dirinya. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul kecewa dan duka kalau keinginan itu tidak tercapai. Kalau terlaksana keinginan itu, terdapatlah kepuasan. Tetapi ini hanyalah kepuasan yang sementara. Karena nafsu selalu menghendaki lebih. Bukti bahwa yang kita anggap sebagai "cinta suci” antara pria dan wanita itu pada hakekatnya hanyalah nafsu, dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh cinta itu. Cinta antara pria dan wanita dimulai dari pandang mata, saling melihat. Dari sini timbul perasaan tertarik, karena apa yang dilihatnya itu menyenangkan hatinya, cocok dengan seleranya. Setelah saling tertarik, timbul keinginan untuk saling memiliki. Kemudian bermunculan akibat nafsu ini. Cemburu, patah hati, duka, benci, pertentangan dan sebagainya. Betapa banyaknya dua orang yang tadinya bersumpah saling mencinta sampai mati, setelah menjadi suami isteri bertengkar setiap hari, bahkan berakhir dengan perceraian dan saling benci! Sungguh aneh kalau cinta kasih murni berakhir menjadi kebencian. Kalau nafsu, sama sekali tidak mengherankan kalau kemudian mendatangkan akibat duka dan kebencian.

Banyak orang melihat kenyataan ini! Mereka melihat bahayanya nafsu yang berselubung sebagai “cinta suci” ini, dan untuk menghindarkan diri dari duka, untuk membikin putus ikatan ini, ada orang yang dengan sengaja menjauhkan diri dari asmara ini. Mereka tidak mau melakukan hubungan antara pria dan wanita, menjadi perjaka atau perawan selama hidup, tidak mau atau pantang melakukan hubungan sex. Apakah dengan cara demikian berarti mereka telah terbebas dari nafsu? Apakah nafsu itu hanya muncul melalui gairah berahi saja? Apakah kalau sudah begitu kita akan dapat bebas dari duka? Bagaimana dengan nafsu dalam bentuk lain, keinginan si aku dalam bentuk lain? Masih ada seribu satu macam cara bagi si aku untuk mengejar keinginannya. Bahkan satu di antaranya adalah "keinginan bebas dari nafsu sex" itulah! Keinginan memuaskan nafsu dan keinginan menjauhi nafsu datang dari sumber yang sama! Sumbernya adalah si-aku yang ingin! Pamrihnya adalah kesenangan bagi si aku. Karena menyadari bahwa menuruti nafsu menimbulkan duka, maka si aku lalu berkeinginan untuk menjauhi nafsu, tentu saja pamrihnya agar jangan mengalami duka, dan hal ini tentu akan menyenangkan!

Demikian pandainya nafsu daya rendah mempermainkan kita! Demikian pandainya bersalin rupa, sehingga kita sering kali terkecoh. Hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang daya rendah, maka apapun yang dihasilkan hati dan akal pikiran, sudah terpengaruh nafsu. Mengapa seluruh badan ini luar dalam bergelimang nafsu? Karena sudah kodratnya demikian! Selama jiwa bersemeyam di dalam badan, agar dapat hidup, badan harus disertai nafsu-nafsu daya rendah. Tanpa adanya nafsu daya rendah, badan akan binasa. Badan kita ini dapat hidup karena ketergantungan kepada banyak benda. Kita butuh makanan, kita butuh benda-benda, kita butuh orang lain. Kita tidak mungkin dapat terbebas dari ikatan-ikatan dengan daya-daya rendah yang sesungguhnya merupakan alat hidup, merupakan sarana hidup, bahkan kebutuhan mutlak bagi kehidupan. Ini sudah kodratnya, sudah kehendak Tuhan begitu. Kita tidak mungkin mengingkari ini. Nafsu yang kita namakan nafsu sex merupakan kodrat pula. Kita tidak mungkin melenyapkannya, kalau kita menghendaki manusia masih berkelanjutan hidup di dunia ini. Nafsu sex hanya merupakan alat, merupakah sarana perkembang-biakan mahluk manusia. Kalau terdapat kenikmatan di situ, hal itu merupakan anugerah Tuhan yang patut kita syukuri.

Karena seluruh badan kita luar dalam sudah bergelimang nafsu, hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang nafsu rendah, maka badan dan batin kita di kuasai nafsu, menjadi hamba nafsu. Padahal, nafsu daya rendah itu seharusnya yang mehjadi alat kita, menjadi hamba kita, menjadi pelayan kita. Lalu bagaimana kita dapat membebaskan diri dari cengkeraman nafsu, kalau "kita" ini adalah hati dan akal pikiran yang bergeli mang nafsu?

Hanya satu kekuasaan saja yang akan mampu mengatur, yang akan mampu merubah, yang akan mampu mengembalikan nafsu daya rendah ke dalam tempatnya semula, mengembalikan nafsu daya rendah kepada tempat dan tugasnya yang benar, yaitu sebagai pelayan dalam kehidupan. Kekuasaan itu adalah kekuasaan Tuhan, kekuasaan yang menciptakan nafsu daya rendah, yang menciptakan segala sesuatu di alam mayapada ini! Dan kita? Hanya menyerah! Menyerah dengan sepenuhnya, menyerah dengan ikhlas, dengan tawakal, dengan pasrah. Menyerah sebulatnya dengan mutlak, tanpa adanya hati akal pikiran yang mencampuri.

Yang ada hanya penyerahan. Yang ada hanya kepasrahan. Yang ada hanya pengamatan, penerimaan tanpa disertai keinginan hati akal pikiran. Menyerah dan menerima, merasakan dan waspada, bukan "aku" yang waspada.

Kamis, 10 Maret 2011

Pendidikan Terbaik


Saudaraku,..
Masalah sex dan hubungan antara pria dan wanita, terutama sekali antara muda mudi, sejak dahulu menjadi bahan perdebatan, pergunjingan, penulisan yang tak kunjung habis, dan membikin pusing kebanyakan orang tua, terutama yang mempunyai anak gadis. Ada yang condong untuk menggunakan tangan besi berupa pelajaran-pelajaran tentang dosa, tentang kesusilaan, dan sebagainya untuk mengekang anak-anak mereka agar jangan sampai tergelincir oleh godaan nafsu dalam diri sendiri, nafsu yang mulai bangkit semenjak tubuh mereka menjadi dewasa. Ada pula yang acuh saja, bahkan kurang perhatian dan masa bodoh sikapnya. Akan tetapi kedua-duanya, kalau sampai terjadi anak gadis mereka mengandung sebelum menikah, menjadi kelabakan, berduka, menyesal, marah-marah dan sebagainya lagi karena dorongan emosi yang timbul oleh perasaan dirugikan.

Mengekang dengan jalan kekerasan seperti mengurung seorang gadis di dalam kamarnya atau dalam rumah saja, sudah bukan jamannya lagi sekarang. Akan tetapi membiarkan seorang gadis begitu saja dalam kebebasan dalam keadaan yang kurang kuat sehingga mudah ia tergoda dan tergelincir, tentu saja bukan suatu sikap yang baik dari orang tua. Lalu apa yang harus dilakukan orang tua menghadapi pergaulan yang makin modern dan bebas dari anak-anaknya? Orang tua yang mempunyai anak laki-laki khawatir kalau-kalau anak mereka menghamili seorang gadis sehingga terpaksa mereka harus mengambil gadis itu sebagai mantu, cocok ataukah tidak, sudah waktunya anak mereka menikah ataukah belum. Sebaliknya, orang tua yang mempunyai anak gadis selalu khawatir kalau anaknya itu tergoda dan tergelincir menjadi hamil dan seribu satu usaha dilakukan orang-orang tua setelah gadis itu hamil, di antaranya cara yang tidak terpuji, yaitu dengan mencoba untuk menggugurkan kandungan itu!

Setiap orang anak memiliki dunianya sendiri, kehidupannya sendiri, selera dan jalan pikiran, pandang hidupnya masing-masing. Namun semua ini tidak terpisah sama sekali dari pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarganya. Sudah sepatutnya kalau anak yang lahir di dunia karena ulah ayah bundanya, memperoleh cinta kasih yang murni dari ayah bundanya, karena HANYA KASIH SAYANG inilah merupakan pendidikan yang paling benar. Dengan adanya kasih sayang, hubungan antara anak dan orang tua menjadi akrab, dan keakraban ini yang membuat si anak menjadikan orang tuanya sebagai sumber segala pertanyaan, sumber segala perlindungan. Dengan dasar cinta kasih, anak akan menerima keterangan-keterangan tentang kehidupan dari orang tuanya, dan sejak kecil akan memiliki dasar yang kuat, tidak pernah merasa terkekang dan merasa bebas dan bertanggung jawab akan segala perbuatan yang dilakukannya sendiri. Rasa tanggung jawab ini meniadakan penyesalan atas suatu perbuatan yang dilakukannya. Apalagi kalau tidak ada tuntutan dari orang tua yang merasa dirugikan, merasa dicemarkan namanya, dan sebagainya lagi, tuntutan-tuntutan dan kemarahan-kemarahan atau kedukaan-kedukaan orang tua yang kesemuanya hanya bersumber dari rasa keakuan si orang tua yang merasa terganggu dan dirugikan! Namun, kasih sayang melenyapkan sifat-sifat seperti itu. Anak akan memasuki kehidupan dalam masa apapun juga dengan mata terbuka dan jiwa bebas kalau anak itu memperoleh cinta kasih sejak kecilnya. Jiwanya tidak terkekang, tidak tertekan, terbuka dan tidak dihantui kesalahan ini dan itu yang membuatnya menjadi pengecut dan tidak berani mempertanggung-jawabkan segala akibat daripada perbuatannya sendiri.

 Orang tua yang benar-benar mencintai anak-anaknya, tidak pernah merasa khawatir anaknya akan melakukan hal-hal yang dianggapnya tidak patut tentu saja dasarnya takut kalau si anak mencemarkan nama dan kehormatan orang tua. Dengan dasar cinta kasih murni, maka tidak ada persoalan yang tak dapat di atasi atau dipecahkan, tidak ada persoalan yang menimbulkan amarah, duka atau penyesalan. Cinta kasih bersinar terang dan sinarnya mengusir segala kegelapan pikiran, mencuci segala yang tadinya dianggap kotor.




Tulisan ini diambil dari cerita silat yang ditulis
oleh Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Mencari Kebahagiaan

Saudaraku,…
Apakah kebahagaiaan itu? Ke mana mencarinya? Orang mencari kebahagiaan dengan berbagai cara. Melalui agama, melalui pertapaan dan penyiksaan diri, melalui pengetahuan, namun amatlah sukar menemukan orang yang sudah mendapatkan kebahagiaan yang dicari-cari itu. Tetap saja mereka menjadi permainan susah dan senang.

Kalau kita renungkan secara mendalam, kita dapat bersama-sama menyelidiki tentang kebahagiaan itu. Kebahagiaan berada di atas susah dan senang. Bahkan diwaktu mendapatkan kesusahan, kita masih berbahagia. Bahagia tidak disentuh dan tidak diubah oleh susah senang yang hanya lewat seperti lewatnya segumpal awan diangkasa yang cepat lewat dan lenyap. Kebahagiaan tidak mungkin dapat ditemukan dengan jalan mencarinya. Kebahagiaan tidak dapat dicari. Makin didambakan dan dicari, makin menjauhlah dia.

Daripada bersusah payah mencari kebahagiaan, lebih baik orang meneliti ketidakbahagiaan. Ketidakbahagiaan ini dapat terasa oleh setiap orang. Merasa tidak berbahagia. Kita lalu meneliti dan mengamati diri sendiri, apa yang menyebabkan kita tidak bahagia? Kalau sebab adanya ketidakbahagiaan ini sudah tidak ada lagi, kita tidak membutuhkan bahagia. Kenapa? Karena kita sudah berbahagia! Berarti bahwa kebahagiaan itu sudah ada dan selalu ada dalam diri kita. Seperti halnya kesehatan. Kesehatan itu sudah ada pada kita. Akan tetapi biasanya kita tidak merasakan adanya kesehatan ini, tidak dapat menikmati. Baru kalau kita jatuh sakit, kita mendambakan kesehatan. Demikian pula kebahagiaan. Selalu terutup oleh ulahnya nafsu, senang susah, sedih gembira, dan segala macam perasaan yang didorong oleh nafsu. Karena kita menjadi budak nafsu kita sendiri, maka kebahagiaan itu tertutup dan tidak pernah dapat dirasakan. Yang dapat dirasakan hanya kesenangan dan kesenangan inipun ulah nafsu. Nafsu mendorong kita agar selalu mengejar kesenangan. Orang yang tidak lagi menjadi budak nafsu, melainkan menjadi majikan nafsu, mungkin sekali akan dapat merasakan kebahagiaan itu. Nafsu tidak lagi menyeret kita ke dalam perbuatan yang hanya mengejar kesenangan sehingga untuk mencapai kesenangan, kita halalkan segala macam cara.

Nafsu merupakan peserta hidup yang amat penting dan berguna, kalau saja kita yang mengendalikannya. Akan tetapi kalau nafsu menguasai kita, maka malapetakalah yang akan menimpa diri kita. Tanpa nafsu kita tidak akan dapat hidup di dunia ini. Nafsu yang mendorong kita untuk hidup layak sebagai manusia. Akan tetapi dengan nafsu menjadi majikan, kita akan hidup sesat. Nafsu bagaikan api. Kalau kita dapat menguasainya, maka api itu amat berguna nagi kehidupan kita. Akan tetapi kalau terjadi sebaliknya, api yang mengamuk menguasai kita, api itu akan membakar segala yang ada!

Lalu bagaimana caranya untuk menguasai dan mengendalikan nafsu yang demikian kuatnya? Diri kita sudah menjadi gudang nafsu, maka akan sia-sialah kalau kita berusaha untuk menundukkannya. Pikiran itu sendiri yang ingin menguasai nafsu, sudah bergelimang dengan nafsu. Juga ilmu pengetahuan tidak dapat dipergunakan untuk menguasai nafsu. Lalu bagaimana? Satu-satunya jalan untuk menguasai nafsu hanya MENYERAH kepada KEKUASAAN TUHAN! Hanya Tuhanlah yang dapat menundukkan nafsu. Siapa lagi yang dapat menundukkan nafsu selain YANG MAHA PENCIPTA? Kalau kita menyerahkan diri dengan penuh keimanan, tawakal dan kepasrahan yang ikhlas, maka kekuasaan Tuhan akan bekerja dalam diri kita!





Sumber : Khoo Ping Hoo / Asmaraman S

Membuktikan Cinta

Saudaraku,…
Sudah menjadi pendapat umum bahwa cinta antara pria dan wanita harus dibuktikan dengan sex. Akan tetapi, tepatkah pendapat ini? Memang harus diakui bahwa hubungan sex HARUS didasari cinta kasih, karena kalau tidak demikian, maka hubungan sex menjadi semacam pengejaran kenikmatan belaka, menjadi pemuasan dan pemanjaan nafsu berahi belaka. Hubungan sex tanpa cinta kasih seperti itu terjadi di dalam pelacuran, dalam perkosaan, dan jelaslah bahwa hubungan semacam itu hanya akan menimbulkan duka sebagai imbalan daripada kesenangan yang diperoleh darinya. Hubungan sex tanpa cinta kasih menjadi suatu hubungan yang kotor. Sebaliknya, hubungan sex yang dilandasi cinta kasih merupakan sesuatu yang indah dan bersih, merupakan pencurahan kasih sayang antara dua orang manusia yang saling mencinta, dan hubungan seperti ini menjadi sarana penciptaan manusla baru yang sempurna. Jelaslah bahwa sex bukanlah cinta! Ada cinta kasih yang sama sekali tidak mengandung gairah sex, misalnya cinta kasih antara saudara, antara anak dan orang tua, antara sahabat.

Di bagian manakah cinta Anda, saudaraku?