Selasa, 25 Januari 2011

Melukis Pelangi

Saudaraku,…
Kehidupan ini mendatangi kita dalam bentuk yang berlainan. Satu waktu ia mendatangi kita dengan kegembiraan dan kesenangan yang meluap-luap. Pada waktu yang lain, ia mendatangi kita dengan dendam dan kebencian yang meledak-ledak. Lalu di bagian manakah kita selayaknya berdiri?

Kebencian dan kegembiraan seperti layaknya awan hitam dan cahaya matahari yang datang silih berganti. Di dalam limpahan cahaya, awan terkadang memberikan hujan yang menyenangkan. Sehingga terciptalah pelangi yang sangat indah. Pelangi itulah yang mampu mengikat awan dalam hangatnya matahari.

Lalu, bagaimana dengan kita saudaraku? Tidak lelahkah kita selalu membesar-besarkan kebencian dan dendam yang membuncah di dalam dada? Tidakkah kita merasa kepayahan memelihara permusuhan dalam kehidupan? Saudaraku, sungguh sangat mengerikan kalau setiap niat, kata, dan perbuatan hanya dipenuhi dengan kebengisan permusuhan. Maka lukislah pelangi seindah harapan dan keinginan terbaik yang engkau miliki.

Jika engkau memiliki kebencian terhadap seseorang, maka bentangkanlah pelangimu seluas kebencian dan dendam yang menutupi cemerlang hatimu. Sehingga engkau tidak pernah berpikir lagi tentang permusuhan terhadap siapapun juga.

Ingatlah, saudaraku! Kebahagiaan yang sejati hanya dilekatkan kerpada orang-orang yang menumbuhkan kasih sayang dan cinta di dalam kehidupannya.

Rabu, 12 Januari 2011

Berbuatlah


Saudaraku,...
Negara ini, bahkan seluruh dunia dipenuhi orang-orang yang pandai bicara. Sebagian dari mereka sedikit berbicara, dan sebagian yang lainnya terlampau banyak bicara. Mereka berbicara tentang apa yang mereka ketahui dan tentang apa tidak mereka ketahui atau yang sedikit mereka ketahui. Setiap saat dan di mana saja mereka berbicara, baik dengan suara yang pelan atau memekakkan telinga.

Apakah engkau tidak merasa terganggu dengan dengan keriuhan yang mereka ciptakan. Dan lihatlah betapa keriuhan itu mempengaruhi masyarakat kita . Orang-orang sangat mudah terbakar emosinya karena suara sumbang yang terdengar lantang. Di mana-mana terjadi kekacauan yang menghancurkan negeri ini. Sungguh sangat mengerikan ketika orang-orang lebih banyak berbicara daripada berbuat.

Mungkin kita terlalu terbiasa berbicara di hadapan orang lain dengan berapi-api, lalu mereka menganggap kita sebagai orang cerdik pandai dan luar biasa. Tetapi sudah cukupkah kehidupan kalau hanya bersuara lantang di tengah-tengah kebisuan. Masih sangat kurang, saudaraku! Bersuara lantang adalah sebagian kecil kehidupan. Bagian lainnya adalah perbuatan. Sebuah retorika yang berapi-api akan kehilangan nilai kalau hanya sekedar kata-kata. Ia baru memiliki bentuk yang sempurna ketika kebaikan kata-kata ditampilkan dalam kebaikan perbuatan. Maka berbuat sekarang juga, saudaraku!

JIka engkau berbicara tentang kebenaran, maka berbuatlah benar. Jika engkau mengharapkan masyarakat menghargai Anda, maka perlakukanlah orang lain dengan sebaik-baiknya. Jangan-jangan karena keburukan kita, orang lain berlaku buruk pula kepada kita.

Saudaraku,…
Berbuatlah, sebelum kering kata-kata yang kita ucapkan!

Senin, 03 Januari 2011

Menerima Kehidupan



Saudaraku,…
Kita sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar kesenangan sama artinya dengan memanggil kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal akan keadaan yang lebih baik, lebih menyenangkan dari pada keadaan seperti apa adanya. Kita tidak pernah membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat ini, tidak dapat melihat bahwa saat ini mencakup segala keindahan. Dengan membandingkan keadaan kita dengan keadaan lain, kita selalu menganggap bahwa keadaan buruk tidak menyenangkan, dan kita selalu memandang jauh kedepan, mencari-cari dan menghayalkan yang tidak ada, keadaan yang kita anggap lebih menyenangkan.

Karena kebodohan kita inilah maka kita hidup dikejar-kejar oleh kebutuhan setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan. Kebutuhan adalah keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejar-kejar. Lupa bahwa kalau yang satu itu dapat tercapai, didepan masih menanti serbu yang lain yang akan mejadi keinginan dan kebutuhan kita selanjutnya. Maka, berbahagialah dia yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti menolak segala kesenangan, melainkan tidak mengejar apa-apa sehingga kalau ada sesuatu yang datang menimpa diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan dihadapi sebagai suatu yang sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah keindahan yang murni!