Selasa, 30 Oktober 2012

MEMBEBASKAN PENGARUH SETAN

Saudaraku,…
Sudah lajim bahwa kita suka sekali, membicarakan keburukan orang lain, suka sekali mempergunjingkan aib orang lain, bahkan suka mentertawakan penderitaan orang lain. Nafsu setan menguasai batin kita sehingga seolah kita selalu merasa iri kalau melihat orang lain serba lebih dari kita, dan merasa senang kalau melihat orang lain lebih sengsara dari pada kita. Nafsu daya rendah yang mencengkeram batin kita membuat kita diperbudak nafsu sehingga kita lupa segalanya.

Jiwa murni yang datang dari Tuhan seperti tertutup oleh selubung nafsu daya rendah yang menguasai kita. Susah kalau sudah begitu, nafsu setanlah yang mengendalikan semua tingkah laku kita, bahkan mencengkeram hati dan akal pikiran kita, seluruh pancaindra kitapun dikuasainya sehingga apapun yang kita pikirkan, ucapan, lakukan, semua hanya mempunyai satu pamrih, yaitu menyenangkan si aku. dan si aku itu yalah nafsu setan itulah! Nafsu setan yang sudah mencengkeram segalanya, seluruh diri kita lahir batin. Kalau "aku" yang sesungguhnya adalah jiwa, setetes air dari samudera yang menjadi pusat, secercah sinar dari matahari yang menjadi pusat, sebagian kecil dari kekuasaan Tuhan, maka setelah bergelimang nafsu setanlah, yang mengaku-aku.

Tidak ada kekuasaan yang akan mampu mengusir setan itu dari kita, karena sesungguhnya, hidup manusia ini tidak akan dapat bertahan tanpa adanya nafsu yang menjadi pelengkap bahkan menjadi pelayan dan alat penting bagi kita hidup di dunia ini. Karena daya-daya rendah itu merupakan berkah dan kasih sayang Tuhan kepada kita, melengkapi kita dengan alat-alat itu yang akan dapat membuat kita hidup berbahagia, maka kalau daya-daya rendah itu menjadi nafsu yang tidak terkendalikan lagi bahkan mengendalikan kita, maka hanya kekuasaan Tuhan pula yang akan mampu menolong kita. Hanya kekuasaan Tuhan yang akan mampu membebaskan kita dari daya pengaruh setan sehingga bukan kita manusia yang diperhamba, melainkan daya-daya rendah itu yang menjadi hamba, menjadi alat.



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo




Selasa, 23 Oktober 2012

MEMBEBASKAN DIRI DARI NAFSU DUNIAWI



Saudaraku,…
Manusia adalah sebagian dari alam, merupakan bagian tak terpisahkan dari alam, oleh karena itu, betapapun manusia mabuk oleh nafsu duniawi yang membuat mereka selalu tenggelam ke dalam kesibukan mencari uang, mengejar kesenangan, hiburan atau urusan rumah tangga, keluarga, atau juga masyarakat dan negara sekali waktu akan timbul rindunya kepada alam. Dan setelah manusia jenuh daripada segala keduniawian dengan tata kehidupan yang serba mengejar kesenangan ini, misalnya dia berada di puncak bukit atau di tepi samudera, dia akan tenggelam ke dalam kesyahduan alam, ke dalam keheningan yang menghanyutkan, yang mendatangkan ketenangan dan ke-damaian di dalam batin.

Timbul suatu pertanyaan masing-masing, dalam batin masing-masing, yaitu : Dapatkah kita bebas daripada segala kebisingan pikiran sewaktu kita berada di dalam masyarakat ramai sehingga kita memperoleh keheningan ketenangan dan kedamaian seperti kalau kita berada seorang diri di puncak gunung atau di tepi samudera?



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo







Selasa, 09 Oktober 2012

MEMBEBASKAN DIRI DARI IKATAN CITA-CITA



Segala bentuk penonjolan yang biasa disebut hasil atau kemajuan pribadi seseorang, selalu menimbulkan persoalan-persoalan yang lebih meyusahkan daripada menyenangkan. Orang yang berhasil memperoleh sesuatu yang dicita-citakan, biasanya hasil itu tidaklah senikmat ketika dibayangkannya dan ketika belum tercapai tangan, sedangkan hasil atau kemajuan itu yang sudah jelas menimbulkan iri kepada orang lain sehingga terciptalah pertentangan dan permusuhan! Karena itu, segala bentuk cita-cita, sesungguhnya hanyalah lamunan orang yang tidak mau menghadapi keadaan sekarang, orang yang ingin lari dari kenyataan saat ini dan bersembunyi di balik lamunan yang dibentuk oleh pikiran, membangun istana awang-awang yang disebutnya cita-cita!

Karena cita-cita ini hanya merupakan istana asap di awang-awang, maka apabila sudah tercapai, akan membuyar dan mengecewakan sehingga memaksa si orang yang selalu merasa enggan melihat dan menghadapi kenyataan “saat ini” untuk melamun lagi, dipermainkan pikiran yang pandai sekali mengkhayalkan bayangan-bayangan indah masa depan. Karena itu, berbahagialah orang yang selalu sadar dan dengan penuh kewaspadaan menghadapi “saat ini” dengan pikiran bebas dari segala ingatan masa lalu harapan masa depan dan menghadapi segala apa yang ada saat ini sebagaimana adanya, dengan kewajaran yang tidak dibuat-buat atau dipaksakan, tanpa rencana dan tanpa pendapat, tanpa penilaian, sehingga apa pun yang dihadapinya merupakan sebuah pengalaman yang baru!

Sudah tentu saja yang dimaksudkan adalah hal-hal mengenai urusan batin, bukan hal-hal lahir seperti pekerjaan dan lain-lain yang sudah semestinya dipergunakan akal budi dan pikiran supaya dapat dikerjakan dengan baik dan lancar. Akan tetapi mengenai hubungan antara manusia yang menyangkut rasa dan batin, jika tidak kosong bebas, maka hubungan itu sudah tentu menimbulkan pertentangan karena di sebelah dalam kita sudah terjadi pertentangan yang ditimbulkan oleh pikiran.

Melihat dan mendengar sesuatu dengan pikiran bebas dari segala ikatan, penilaian, pendapat, mengawasi dengan penuh kewaspadaan terhadap sesuatu di saat ini dan terhadap tanggapan kita sendiri akan sesuatu itu, dengan demikian kita belajar mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri adalah langkah pertama ke arah kebijaksanaan.





Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo





Senin, 01 Oktober 2012

MEMBEBASKAN DIRI DARI IKATAN


Saudaraku,…
Ada orang yang mengira bahwa keheningan menyeluruh itu dapat dicapai dengan daya upaya dan pengejaran. Ada yang mengejarnya melalui meditasi, melalui pertapaan, melalui pengasingan diri di tempat-tempat sunyi, di dalam gua-gua atau di puncak-puncak gunung. Padahal, bukan tempatnya yang penting, bukan caranya yang penting, melainkan kewaspadaan dan kesadaran akan dirinya sendiri. Karena kebebasan itu baru ada apabila kita bebas, bebas dari segala ikatan apa pun. Bebas berarti hening. Tak dapat didayaupayakan, dicari dengan sengaja. Dalam keadaan terikat, takkan mungkin bebas. Kalau tidak terikat oleh apa pun, maka tanpa dicari kebebasan pun ada.

Selama masih terikat, oleh sesuatu, berarti masih dikuasai oleh nafsu keinginan, dan dalam keadaan begini, mencari kebebasan tiada artinya karena yang mencari itu adalah nafsu ingin senang, maka dicari-cari dan dikejar-kejar. Mungkin saja bisa didapatkan apa yang dikejar-kejar, akan tetapi yang didapatkan itu bukanlah yang sejati. Yang sejati tak dapat dikejar, melainkan akan memasuki batin yang bebas dan terbuka, karena hanya batin yang terbebas sajalah yang terbuka dan bersih, yang dapat ditembus sinar cinta kasih.



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo