Saudaraku,…
Betapa menyedihkan melihat kehidupan
begini penuh dengan duka dan penderitaan, kekecewaan dan penyesalan,
kesengsaraan dan hanya kadang saja diseling sedikit sekali suka yang hanya
kadang-kadang muncul seperti berkelebatnya kilat sejenak saja di antara awan
gelap kedukaan. Apakah duka itu dan dari mana timbulnya? Jelaslah bahwa duka
pun bukan merupakan hal di luar diri kita. Duka tidak terpisah dari kita
sendiri dan kita sendirilah pencipta duka!
Kita merasa berduka karena iba diri,
dan iba diri timbul kalau si aku merasa kecewa karena dirampas apa yang menjadi
sumber kesenangannya. Karena merasa di jauhkan dari kesenangan yang
mendatangkan nikmat lahir maupun batin, maka si aku merasa iba kepada dirinya
sendiri. Pikiran, tumpukan ingatan dan kenangan, gudang dari
pengalaman-pengalaman masa lalu, mengenangkan semua hal-hal yang menimpa diri
dan memperdalam perasaan iba diri itu. Pikiran seperti berubah menjadi tangan
iblis yang meremas-remas perasaan hati, maka terlahirlah duka!
Tanpa adanya pikiran yang mengenang-ngenang
segala hal yang menimbulkan iba diri, maka tidak akan ada duka. Biasanya, kalau
duka timbul, kita lalu melarikan diri pada hiburan dan sebagainya untuk
melupakannya. Akan tetapi, hal ini biasanya hanya berhasil untuk sementara
saja, karena si duka itu masih ada. Sekali waktu kalau pikiran
mengenang-ngenang, akan datang lagi duka itu. Sebaliknya, kalau kita waspada
menghadapi perasaan yang kita namakan duka itu, mempelajarinya, tidak lari
darinya melainkan mengamatinya tanpa ingin melenyapkannya, maka duka itu
sendiri akan lenyap seperti awan tertiup angin. Justeru usaha-usaha dan
keinginan untuk menghilangkan duka itulah yang menjadi kekuatan si duka untuk
terus menegakkan dirinya!
Bicara tentang duka tidaklah lengkap
kalau kita tidak bicara tentang suka atau kesenangan, karena kesenangan tak
terpisahkan dari kesusahan, ada suka tentu ada duka! Justeru pengejaran
kesenangan inilah yang merupakan sebab utama dari lahirnya duka! Sekali
mengenal dan mengejar kesenangan, berarti kita berkenalan dengan duka, karena
duka muncul kalau kesenangan dijauhkan dari kita!
Kesenangan mendatangkan pengikatan.
Kita ingin mengikatkan diri dengan kesenangan, maka sekali yang menyenangkan
itu dicabut dari kita, akan menyakitkan dan menimbulkan duka. Kesenanganlah
yang membius kita sehingga kita mati-matian mengejarnya, dan dalam pengejaran
inilah timbulnya segala macam perbuatan yang kita namakan jahat. Dan kesenangan
ini pun merupakan hasil karya dari pikiran, yaitu si aku yang mengenang dan
mengingat-ingat. Pikiran mengunyah dan mengingat-ingat, membayangkan segala
pengalaman yang mendatangkan kenikmatan, maka timbullah keinginan untuk
mengejar bayangan itu! Kita tak pernah waspada sehingga seperti tidak melihat
bahwa yang kita kejar-kejar itu, bayangan yang nampaknya amat nikmat dan
menyenangkan itu, setelah tercapai ternyata tidaklah seindah atau senikmat
ketika dibayangkan, dan pikiran sudah mengejar kesenangan lain yang lebih hebat
atau kita anggap lebih nikmat lagi!
Maka terperosoklah kita ke dalam lingkaran
setan dari pe-ngejaran kesenangan yang tiada habisnya. Kita tidak mau melihat
bahwa di akhir sana terdapat dua kemungkinan, yaitu kecewa dan duka kalau
gagal, dan bosan yang membawa duka lagi kalau berhasil, dan rasa takut kalau
kehilangan. Dalam duka baru kita ingat kepada Tuhan, minta ampun, minta bantuan
dan sebagainya dan semua ini wajar, timbul dari rasa iba diri. Dalam
bersenang-senang kita lupa kepada Tuhan, karena pementingan diri yang
berlebihan, mengejar kenikmatan diri sendiri.
Semua ini bukanlah berarti bahwa
kita harus menjauhi atau menolak kenikmatan hidup. Sama sekali tidak! Kita
berhak menikmati hidup, berhak sepenuhnya! Akan tetapi, PENGEJARAN terhadap
kesenangan itulah yang menyesatkan! Ini merupakan kenyataan, bukan teori atau pendapat
kosong belaka. Kita harus waspada dan sadar akan kenyataan ini, karena
kewaspadaan dan kesadaran dalam pengamatan diri sendiri akan mendatangkan
tindakan langsung tersendiri yang akan melenyapkan semua itu!
>> KHO PING HOO