Selasa, 26 Juni 2012

JIKA KEAKUAN MERAJALELA


Saudaraku,…
Satu-satunya kebodohan dan kelemahan manusia adalah membiarkan si aku merajalela dalam diri kita masing-masing. Kalau si aku sudah merajalela dalam diri, menguasai diri sepenuhnya, maka celakalah hidup ini. Segala malapetaka, kesengsaraan, bersumber dari si aku ini yang mendorong kita untuk mengejar segala macam kesenangan dan menggunakan segala macam cara untuk mencapai hasil pengejaran itu. Si aku ini yang mendatangkan loba, tamak, iri, dengki, marah, benci takut dan sebagainya. Si aku mengotori dan merusak batin. 

Si aku bagaikan setan yang menjadi raja dalam batin kita masing-masing dan selama setan itu masih bertahta di dalam batin maka hidup ini penuh konflik, penuh permusuhan, dendam, kebencian dan karenanya terciptalah rasa takut dan kesengsaraan. Kalau setan ini tidak lagi bercokol di dalam batin, maka sinar cinta kasih akan menerangi batin, kekuasaan Tuhan sendiri akan memenuhi batin.



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo









Selasa, 19 Juni 2012

IKATAN KEHIDUPAN


Saudaraku,…
Duka, kecewa dan kesengsaraan batin selalu menjadi akibat dari pada ikatan. Ikatan batin selalu mendatangkan duka nestapa. Isteriku, anakku, hartaku, kedudukanku, MILIKKU. Kalau batin sudah ikut memiliki apa yang dipunyai oleh badan, maka sekali waktu yang dimiliki itu menentangnya, tidak menurut, atau meninggalkannya, maka batin itu akan menderita, kecewa, berduka. Badan memang membutuhkan banyak hal untuk dipunyai, karena badan harus bertumbuh terus, mempertahankan hidupnya. Badan membutuhkan sandang, pangan, papan, bahkan badan berhak menikmati kesenangan melalui panca indranya dan alat-alat tubuhnya. Akan tetapi, semua yang dibutuhkan badan itu, biarlah dipunyai oleh badan saja.

Kalau sampai batin ikut memiliki, maka akan timbul ikatan. Segala yang dimiliki itu akan berakar di dalam batin, sehingga kalau sewaktu-waktu yang dimiliki itu dicabut dan dipisahkan, batin akan berdarah dan merasa nyeri, kehilangan, kecewa, berduka dan akhirnya mendatangkan sengsara. Batin harus bebas dari ikatan, tidak memiliki apa-apa ! Mempunyai akan tetapi tidak memiliki, itulah seninya! Yang mempunyai adalah badan, akan tetapi mengapa batin ikut-ikut memilikinya? Cinta kasih bukan berarti memiliki dan menguasai! Dan cinta kasih ini urusan batin, bukan urusan badan. Urusan badan adalah cinta asmara, nafsu berahi dan kesenangan badaniah. Badan mengalami sesuatu yang mendatangkan nikmat dan kesenangan, dan ini adalah urusan badan. Kalau sudah habis sampai di situ saja, memang semestinya demikianlah. Akan tetapi kalau sang aku, yaitu pikiran atau ingatan, mencatatnya dan sang aku ingin mengulanginya, ingin menikmatnya lagi, maka ini berarti batin ingin memiliki dan timbullah ikatan terhadap yang menimbulkan kenikmatan atau kesenangan itu.

Saudaraku,…
Dan kalau sekali waktu, kita harus berpisah dari yang telah mengikat kita, maka timbullah duka dan sengsara.



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo









Senin, 11 Juni 2012

HUKUM YANG TIDAK ADIL

Saudaraku,…
Di bagian manapun di dunia ini, setiap kelompok manusia, baik yang dinamakan sudah beradab, setengah beradab, atau masih biadab, membentuk masyarakat, kemudian masyarakat yang membentuk pemerintah atau kepala suku dengan para pembantunya. Pemerintah atau kepala suku bagi yang belum mempunyai pemerintahan, lalu mengadakan hukum-hukum. Hukum diadakan dengan maksud menegakkan keadilan, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah untuk kemudian dihukum sesuai dengan peraturan. Memang, niat itu baik sekali, terutama untuk menghapus hukum rimba, yaitu yang kuasa dan yang kuat selalu menang dan selalu benar.

Hukum pada hakekatnya diadakan orang untuk melindungi mereka yang lemah, mereka yang tidak mampu melindungi diri sendiri, hukum diadakan untuk melindungi mereka yang akan dijadikan korban kesewenang-wenangan dari mereka yang berkuasa dan kuat. Akan tetapi sungguh menyedihkan kalau dilihat betapa di bagian manapun di dunia ini, hukum bahkan menjadi alat bagi yang kuasa dan yang kuat untuk membenarkan diri sendiri secara sah. Kalau sebelum adanya hukum, mereka itu selain menang dan benar karena kekuasaan dan kekuatan, setelah adanya hukum, mereka menang dan benar menurut hukum.

Bahkan yang dapat dihukum hanyalah yang berada di bawah, dan yang mengeterapkan hukum tentulah pihak atasan. Kalau yang bawah hendak mengeterapkan hukum kepada pihak atasan, itu namanya bukan menegakkan hukum, melainkan pemberontakan! Begitulah kenyataannya yang terjadi di seluruh dunia, secara tertelubung maupun terang-terangan. Ada hukum ataupun tidak, yang kuasa dan yang kuat tetap saja menang dan benar, tiada bedanya dengan hukum yang berlaku di rimba.

Saudaraku,…
Hanya binatang-binatang seperti harimau, singa, gajah, banteng, beruang, mereka yang kuat-kuat, atau yang besar-besar, atau yang bergerombolan seperti srigala, mereka sajalah yang selalu menang dan benar. Kelenci? Kijang? Tikus? Mereka yang kecil-kecil? Aah. hanya menjadi "makanan" yang besar-besar.




Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo





Senin, 04 Juni 2012

HUBUNGAN TANPA PAMRIH


Saudaraku,…
Hubungan antar manusia memang akan menjadi sesuatu yang amat indah dan akrab kalau yang berhubungan itu adalah dua orang manusianya tanpa mengikutsertakan segala macam embel-embelnya. Akan tetapi sungguh sayang sekali. Kita selalu melupakan segi kemanusiaannya pada seseorang dan kita lebih mementingkan embel-embelnya itu ialah kedudukannya, harta bendanya, kemampuannya, pendidikannya, agamanya, dan sebagainya. Kita selalu menilai manusia dari embel-embelnya itulah, maka tidaklah mengherankan apabila hubungan antara manusia merupakan hubungan yang palsu, hubungan antara dua orang munafik.

Yang berhubungan hanyalah gambaran-gambaran yang kita bentuk berdasarkan embel-embel itu, bukan hubungan antara dua manusianya yang sesungguhnya. Hubungan antara dua gambaran manusia ini selalu mendatangkan konflik. Kalau kita masing-masing menelanjangi diri daripada segala embel-embel itu, kalau kita memandang orang lain tanpa disertai gambaran embel-embel itu, maka yang tinggal hanyalah manusianya, tanpa perbedaan, dan dalam hubungan antara manusia seperti ini, tanpa embel-embel lagi, barulah tercipta sesuatu yang disinari cinta kasih, karena lenyapnya gambaran-gambaran itu melenyapkan pula pamrih yang bersembunyi di balik hubungan itu.

Dan sekali timbul pamrih, apapun yang kita lakukan adalah palsu!



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo