Rabu, 25 Desember 2013

MENILAI KEBAIKAN

Saudaraku,…
Sifat-sifat yang dianggap baik akan mendatangkan kesenangan, kebanggaan dan sebagainya. Akan tetapi kita lupa bahwa setiap orang manusia itu kalau sudah dinilai, sudah pasti mengandung dua sifat bertentangan, ada baik tentu ada buruknya. Mencinta dengan dasar ketampanan, padahal ketampanan itu dapat pudar, dapat lenyap dan dapat berkurang menurut suasana hati yang memandangnya. Kalau ketampanannya pudar, lalu ke mana perginya cinta? Dengan dasar kekayaan, kedudukan, kejantanan atau apa saja pun sama pula, begitu yang menjadi pendorong cinta itu pudar atau lenyap maka cintanya turut lenyap.

Dan harus diingat lagi bahwa hal-hal yang dianggap baik dan menyenangkan itu hanya dianggap demikian karena belum tercapai oleh kita, akan tetapi apabila sudah berada di tangan kita, biasanya muncul penyakit bosan dan segala keindahan itu sudah tidak nampak sebaik sebelum terdapat! Begitu kita memiliki sesuatu, yang kita miliki itu akan kehilangan keindahannya karena kita telah terjangkit penyakit tamak, ingin memiliki yang lebih dari yang telah kita punyai.

Memiliki hanya menimbulkan sengketa, persaingan, perebutan, iri hati. Dan siapa yang memiliki, dialah yang akan kehilangan dan agar jangan sampai kehilangan itu, kalau perlu dia menjaganya dengan taruhan segala kebahagiaan, bahkan nyawanya.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Jumat, 13 Desember 2013

PENONJOLAN DIRI YANG BURUK


Saudaraku,…
Penonjolan diri merupakan gejala yang nampak dalam kehidupan kita pada umumnya. Penonjolan diri ini bersemi karena keadaan, karena cara hidup masyarakat kita. Semenjak kecil kita dijejali nilai-nilai, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar kelas satu, bahkan sejak kelas nol, di sekolah ada sistim nilai dalam bentuk angka, di rumah ada pujian-pujian dan celaan-celaan bagi yang dianggap baik dan buruk, di dalam pergaulan pun nilai-nilai ini menentukan kedudukan seseorang, dalam olah raga timbul juara-juara. Kita hidup menjadi budak-budak setia dari nilai-nilai. Kita hidup mengejar nilai-nilai sehingga dalam olah raga sekalipun, yang dipentingkan adalah pengejaran nilai, bukan manfaat olah raganya itu sendiri bagi kesehatan tubuh.



Bahkan, untuk mengejar nilai, kita lupa diri dan olah raga bukan bermanfaat lagi bagi tubuh, bahkan ada kalanya merusak, karena tubuh diperas terlalu keras untuk mengejar nilai! Karena sejak kecil hidup di dalam masyarakat dan dunia yang tergila-gila kepada nilai, maka agaknya sudah kita anggap wajar kalau kita selalu berusaha untuk menonjolkan diri. Kalau tidak menonjol, kita merasa rendah diri, merasa hampa dan hina, merasa bodoh dan tidak diperhatikan.

Karena sejak kecil sekali kita diperkenalkan dengan pujian dan celaan, maka sejak kecil sekali pula kita berusaha untuk menonjolkan diri, untuk menarik perhatian orang-orang lain, hanya karena kita sudah haus akan nilai, haus akan pujian.

Kalau diri sendiri sudah tidak memungkinkan adanya penonjolan dan penghargaan orang lain atau pujian atau kekaguman, maka kita lalu membonceng kepada kepintaran anak kita, atau teman segolongan kita, atau juga suku atau bangsa kita, bahkan banyak kita lihat penonjolan diri seseorang membonceng kepada burung perkututnya, atau mobilnya, atau bahkan membonceng kepada senjata pusaka, atau batu cincin istimewa yang tidak dimiliki orang lain. Semua itu nampak jelas kalau kita mau membuka mata mengamati keadaan diri sendiri lahir batin dan mengamati keadaan sekeliling kita.


Picture source :

 



Jumat, 06 Desember 2013

PENILAIAN YANG PALSU


Saudaraku,…
Tak dapat kita sangkal lagi, apa bila kita mau mempelajari segala macam watak manusia melalui pengamatan terhadap diri sendiri, karena watak masyarakat, watak manusia, watak dunia adalah watak kita juga, akan nampaklah kaitan-kaitannya yang tak terpisahkan dari penilaian dan rasa suka dan tidak suka dengan keakuan yang selalu mendambakan kesenangan, sang aku yang selalu mengejar kesenangan. 


Penilaian akan sesuatu ataupun akan seseorang, baik buruknya, juga tidak terlepas dari pengaruh sang aku. Betapa baikpun seseorang menurut pendapat orang sedunia sekalipun, kalau si orang baik itu merugikan kita, maka otomatis kita akan berpendapat bahwa orang itu tidak baik dan kita tidak suka ke-pada orang itu, bahkan membencinya.

Sebaliknya, biarpun orang seluruh dunia berpendapat bahwa seseorang amatlah jahatnya kalau si orang itu menguntungkan kita, baik keuntungan lahir maupun batin, maka sukarlah bagi kita untuk berpendapat bahwa dia jahat, sebaliknya kita akan menganggapnya orang yang baik dan kita menyukainya. Dengan demikian jelaslah bahwa penilaian itu tergantung sepenuhnya dari pada pertimbangan pikiran, dan pertimbangan pikiran ini selalu didalangi oleh si aku yang senantiasa diboboti oleh untung rugi. Dengan demikian, maka semua penilaian adalah palsu dan bukan merupakan kenyataan sejati.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo


Picture Source :
http://www.santabanta.com


Selasa, 19 November 2013

ORANG BIJAKSANA ITU…

Saudaraku,…
Orang bijaksana akan menerima segala sesuatu seperti apa adanya. Segala yang terjadi itu wajar karena segala yang terjadi itu adalah kenyataan yang tak dapat dirubah atau dibantah lagi. Orang bijaksana tidak akan menentang arus peristiwa yang datang, melainkan menyesuaikan diri dengan arus itu, mengembalikan, kesemuanya kepada Tuhan, kepada kekuasaan Tuhan karena kekuasaan-Nya itulah yang mengatur dan menentukan segalanya. Hujan? Banjir? Bencana alam? Sakit dan mati? Kehilangan? Keuntungan dan keberhasilan.

Semua itu dihadapi dengan penuh kesabaran, penuh keikhlasan, berdasarkan kepasrahan, penyerahan kepada Tuhan! Dan orang yang sudah pasrah lahir batin, secara menyeluruh kepada Tuhan, takkan lagi disentuh derita yang berlebihan, tidak akan mabuk kesenangan.

Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo



Jumat, 11 Oktober 2013

JIKA ANDA BERTUHAN


Saudaraku,…
Kita semua mengaku berTuhan, akan tetapi pengakuan kita itu sungguh amat meragukan, apakah pengakuan itu timbul dari dalam dan sesungguhnya, ataukah pengakuan itu hanya keluar dari pikiran yang bergelimang nafsu. Kalau hanya pengakuan mulut dan pikiran saja, tidak ada gunanya sama sekali. 


Buktinya, kita mengaku berTuhan namun kita masih berani melakukan hal-hal yang tidak benar. Kita adalah orang-orang munafik yang teringat kepada Tuhan hanya kalau kita membutuhkan pertolongan atau perlindungan saja, hanya teringat kepada Tuhan kalau kita sedang menderita. Kita melupakan Tuhan begitu nafsu mencengkeram kita, begitu kita berenang di lautan kesenangan duniawi.

Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Picture source : http://www.santabanta.com
 

INFO BISNIS ONLINE

INILAH BISNIS PULSA PALING MENGUNTUNGKAN MINGGU INI! GRATIS 100% !
Informasi lengkap siloahkan klik link ini :