Selasa, 30 Juli 2013

JIKA ANDA KESEPIAN

Saudaraku,...
Rasa kesepian, merasa sendiri saja tanpa teman, merasa terasing dan tidak ada yang mempedulikan, perasaan ini amat ditakuti oleh semua orang. Perasaan ini mendatangkan iba diri dan kesedihan. Karena takut akan rasa kesepian inilah maka semua orang mudah sekali terikat, bahkan suka mengikatkan diri dengan sesuatu. Kita merasa ngeri kalau harus menderita kesepian, maka kita mengikatkan diri dengan isteri, keluarga, sahabat, bangsa, suku kelompok, atau kita mengikatkan diri dengan gagasan-gagasan sehingga kita merasa aman dan merasa “tidak sendirian”.

Rasa ngeri membayangkan harus bersendirian inilah agaknya yang membuat kita merasa ngeri akan kematian. Bagaimana kalau kita mati? Kita akan sendirian, akan kehilangan segala-galanya! Inilah yang mendatangkan kengerian, dan karena ini pula maka kita mengikatkan diri dengan sega-la macam agama atau kepercayaan, se-bagai penghibur diri di waktu masih hidup bahwa kalau kita mati kelak, kita akan terbebas daripada “sendirian” itu.

Akan tetapi, benarkah bahwa kesunyi-an, keheningan, di mana kita berada seorang diri, baik jasmani maupun rohaniah, sendiri tanpa siapapun juga, mendatangkan kengerian? Siapakah itu yang merasa ngeri? Bukankah yang takut itu adalah pikiran yang membayangkan segala keadaan, mengharapkan yang menyenangkan dan menghindarkan yang tidak menyenangkan? Pernahkah kita menghadapi kesunyian ini, kesepian ini, rasa bersendirian ini, menghadapinya, mengamatinya tanpa penilaian, tanpa pendapat dan gagasan tentang kesepian itu? Maukah kita mencoba untuk menyelami kesepian ini, memandangnya tanpa ide-ide tentang kesepian sehingga antara kesepian dan kita tidak ada jarak pemisah lagi? Sehingga kita merupakan sebagian daripada keheningan itu?

Proses badaniah yang menjadi tua, lapuk lalu mati, merupakan hal yang wajar. Kita tidak merasa takut atau ngeri akan hal itu. Yang kita takutkan adalah bagaimana nanti jadinya dengan “kita”! Bagaimana nanti dengan keluarga kita, orang-orang yang kita cinta, dengan harta benda kita, dengan nama kita, kedudukan kita dan sebagainya lagi. Se-mua ikatan-ikatan itulah yang membuat kita merasa ngeri untuk mati, ngeri untuk berpisah dari semua itu. Kita merasa ngeri karena dengan kehilangan semua itu, kita ini BUKAN APA-APA lagi.

Kita membayangkan, apakah jadinya dengan kita kalau kita tidak punya keluarga lagi, tiada teman, tiada harta benda, tiada segala yang kesemuanya mendatangkan kesenangan itu? Itulah sebabnya mengapa kita takut akan kematian, takut akan kesepian. Pikiran yang membentuk si aku yang selalu ingin senang dan menjauhi ketidaksenangan, pikiran ini yang merasa ngeri karena membayangkan bahwa semua kesenangan itu akan berpisah dari kita. Akan tetapi, kita dapat merasakan keadaan mati ini selagi kita masih hidup. Jasmani kita masih hidup, akan tetapi kalau batin kita dapat terbebas dari segala ikatan, maka rasa takut akan ke-hilangan ikatan-ikatan itu tidak ada. Dan tanpa adanya rasa takut ini, maka keheningan atau kesunyian akan merupakan sesuatu yang lain sama sekali!

Bukankah berarti bahwa kita lalu menjadi seperti patung hidup! Sama sekali tidak. Kita masih hidup di dalam dunia ramai dengan segala aneka ragam, namun batin kita bebas daripada ikatan, sehingga kalau sewaktu-waktu kita harus berpisah, kita tidak akan merasa takut atau ngeri, kita tidak akan merasa berduka. Ikatan selalu menimbulkan rasa takut akan kehilangan dan rasa duka kalau kehilangan. Makin kuat ikatan itu, makin besar rasa takut dan makin besar kedukaan. Sebuah benda saja dapat nenimbulkan ikatan yang demikian kuat sehingga kalau kita kehilangan benda itu, akan timbul rasa duka yang amat sangat. Dapatkah kita terbebas dari ikatan dengan kesemuanya itu?

Ada yang bertanya bahwa kalau kita bebas daripada ikatan dengan keluarga, bukankah itu berarti bahwa kita tidak mencinta keluarga kita lagi? Sama sekali bukan demikian. Cinta kasih sama sekali bukanlah ikatan! Kalau kita mencinta anak kita, benar-benar mencintanya, hal itu bukan berarti bahwa kita harus terikat dengan anak kita itu. Yang ada hanya bahwa kita ingin melihat anak kita berbahagia hidupnya! Sebaliknya, ikatan menimbulkan keinginan untuk menyenangkan diri sendiri, karena memang ikatan diciptakan oleh si aku yang ingin senang tadi.

Cinta yang mengandung ikatan bukanlah cinta kasih namanya, melainkan keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan diri sendiri. Cinta yang mengikat kepada anak menimbulkan keinginan untuk menguasai anak itu, untuk memperoleh kesenangan batin melalui si anak, dan terasa berat kalau berpisah, karena si aku merasa dipisahkan dengan sumber yang menyenangkan diri. Tidakkah demikian?

Demikian pula dengan isteri atau suami atau keluarga atau benda, atau juga gagasan. Semua itu hanya merupakan alat untuk menyenangkan diri sendiri dan karenanya menimbulkan ikatan. Cinta kasih baru ada kalau tidak terdapat keinginan untuk menyenangkan diri sendiri. Dan tanpa adanya cinta kasih, tidak mungkin ada kebaikan atau kebajikan, karena tanpa adanya cinta kasih, segala yang nampak baik itu adalah semu, berpamrih, dan segala macam pamrih itu sumbernya adalah pada si aku yang ingin senang.


INFO BISNIS ONLINE

INCOME SYARIAH HALAL DAN BAROKAH

Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhu.

Hi Netter, Anda mau mempunyai income pasif yang HALAL dan BERKAH juga dapat pulsa gratis!!! Isya Allah, sambil BERSEDEKAH dan BERINFAQ melalui facebook dan twitter Anda. Mari bergabung di sini!!!! INCOME-SYARIAH menuju kesuksesan dunia adan akhirat.

Jika Anda tertarik dengan informasi ini atau ingin bergabung bersama kami, silahkan klik link ini :


Wassalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhu.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Selasa, 23 Juli 2013

HUBUNGAN KEHIDUPAN



Saudaraku,…
Hubungan merupakan inti dari kehidupan. Hidup berarti berhubungan, baik berhubungan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan benda, atau manusia dengan pikirannya, dengan nafsu-nafsunya. Hubungan antara manusia menjadi tidak wajar lagi, menjadi tidak bersih lagi, dan pasti akan mendatangkan pertentangan, mendatahgkan permusuhan dan mendatangkan kesengsaraan, kekecewaan dan penderitaan apabila di dalam hubungan ini dimasuki niat penggunaan.

Hubungan yang bagaimana dekatpun, seperti hubungan antara pria dan wanita, antara suami dan isteri, akan menjadi sumber pertentangan apabila di situ terdapat keinginan untuk saling mempergunakan demi kesenangan diri pribadi. Sikap kepada manusia lain, baik manusia lain itu berbentuk suami, isteri, anak, orang tua, atau sahabat akan merupakan sikap yang palsu apabila sikap itu timbul karena suatu keinginan demi kepentingan dan kesenangan diri sendiri. Dan sikap palsu ini, seperti semua kepalsuan yang tentu saja tidak wajar, selalu akan mendatangkan hal-hal bertentangan dan mendatangkan duka.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Main facebook dapat UANG, dapat PULSA sekaligus Sedekah InsyaAllah barokah.

Silahkan Kunjungi : KLIK >> www.income-syariah.com/?id=agung79

(Setiap kunjungan, InsyaAllah Anda akan mendapat Gratis 10 Software Islami, dan silahkan meni'mati tausiah penyejuk jiwa dari para ustadz yang ikhlas, Ust. Yusuf Mansur, Ust. Arifin Ilham dll semoga bermanfaat)


Selasa, 16 Juli 2013

AKU ADALAH NAFSU



Saudaraku,…
Selama ada “aku”, kewaspadaan dan kepasrahan itu hanyalah suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Aku adalah ingatan, aku adalah nafsu dan aku selamanya berkeinginan, berpamrih. Kalau nafsu yang memegang kemudi, apa pun yang kita lakukan hanya merupakan cara untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, dan karenanya mendatangkan pertentangan dan kesengsaraan. Senang susah bersilih ganti, puas kecewa saling berkejaran, rasa takut atau khawatir selalu memba-yangi hidup. Takut kehilangan, takut gagal, takut menderita takut sakit, takut mati. Gelisah menghantui pikiran.

Kepasrahan yang wajar, bukan dibuat-buat oleh si aku, bukan kepasrahan berpamrih, kepasrahan akan segala yang sudah, sedang dan akan terjadi, menyerah dengan tawakal sabar dan ikhlas terhadap kekuasaan Tuhan, berarti kembali kepada kodratnya.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Main facebook dapat UANG, dapat PULSA sekaligus Sedekah InsyaAllah barokah.

Silahkan Kunjungi : KLIK >> www.income-syariah.com/?id=agung79

(Setiap kunjungan, InsyaAllah Anda akan mendapat Gratis 10 Software Islami, dan silahkan meni'mati tausiah penyejuk jiwa dari para ustadz yang ikhlas, Ust. Yusuf Mansur, Ust. Arifin Ilham dll semoga bermanfaat)



Selasa, 02 Juli 2013

YANG MEMILIKI YANG KEHILANGAN



 Saudaraku,…
Siapa yang memiliki dia akan menjaga yang dimilikinya dari kehilangan. Yang memiliki sajalah yang akan kehilangan! Yang tidak memiliki apa-apa takkan kehilangan apa-apa. Dan dia pun melihat kenyataan bahwa hanya orang yang tidak memiliki apa-apa, dalam arti kata batinnya tidak terikat oleh apa pun, maka hanya dia itulah yang sesungguhnya penuh dengan segala sesuatu! Dan orang yang batinnya kosong, yang jiwanya kosong, memang haus untuk memiliki sesuatu atau dimiliki seseorang, dia membutuhkan sesuatu yang disenanginya untuk memenuhi kekosongan jiwanya

Memang banyak kenyataan aneh di dunia ini. Mengapa orang INGIN MEMILIKI benda-benda yang dapat dinikmati dengan penglihatan, pendengaran atau penciuman misalnya? Mengapa kita ingin memiliki bunga yang indah dan harum itu? Padahal, tanpa kita miliki sekalipun, dapat saja kita menikmati keindahan dan keharumannya! Mengapa kita ingin memiliki burung yang nyanyiannya demikian merdu? Bukankah tanpa memiliki sekalipun, kita sudah dapat menikmati kemerduan suara burung itu?

Kita ingin memiliki segala-galanya! Bukan hanya memiliki benda-benda, bahkan memiliki manusia lain. Isteri atau suami, anak-anak, keluarga menjadi milik kita yang kita kuasai, milik yang dapat menimbulkan kesenangan dan kebanggaan hati kita. Bahkan kita ingin memiliki nama besar, kedudukan, kehormatan. Si Aku tak pernah puas, terus membesar dan berkembang. Badanku keluargaku, hartaku, namaku, kedudukanku, terus membesar sampai ke bangsaku, agamaku dan selanjutnya. Karena melihat betapa si aku ini sebenarnya bukan apa-apa, hanya seonggok daging hidup yang menanti saatnya kematian tiba dan kalau sudah mati segala miliknya itu terpisah dari "aku", maka si aku haus untuk mengikatkan diri dengan apa saja, untuk mengisi kekosongan dan kekecilannya, untuk tempat bergantung sesudah mati agar diingat terus, agar "hidup" terus!


Picture source : http://www.santabanta.com
Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

INFO BISNIS ONLINE

JUALAN PULSA DAPAT PASIF INCOME INCOME 3 MILYAR/BULAN

Saudara Netter,
INILAH BISNIS PULSA PALING MENGUNTUNGKAN MINGGU INI!

GRATIS 100% !

Jadikanlah HP Anda PENCETAK UANG terdasyat yang akan membanjiri rekening Anda setiap bulan. Daptkan pasif income Rp. 3 Milyar dan bonus senilai total Rp 275 juta.

Jika Anda tertarik dengan informasi ini atau ingin bergabung bersama kami, silahkan klik link ini :