Jumat, 26 Desember 2014

TENTANG PENYUAPAN

Saudaraku,…
Dari manakah timbulnya peristiwa-peristiwa penyuapan dan penyogokan yang telah menjalar di seluruh dunia ini? Suap dan sogok dalam bentuk apapun juga, bentuk harta benda, kedudukan, nama besar, wanita, kehormatan dan sebagainya terjadi di seluruh dunia dan agaknya telah ada semenjak sejarah berkembang. Semua ini terjadi karena manusia memegang kekuasaan dan karena manusia itu selalu memiliki kelemahan, yaitu menjadi hamba dari nafsu-nafsu keinginannya, maka manusia yang memegang kekuasaan melihat bahwa kekuasaannya itu merupakan alat yang amat berguna untuk mencapai apa yang diinginkannya! Dipergunakanlah kekuasaannya untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain, yaitu demi terlaksananya apa yang diinginkan dan dibutuhkannya.

Padahal, selama manusia mengejar keinginan, maka tidak akan ada habisnya kebutuhan hidupnya. Dan untuk memenuhi ini, manusia tidak segan-segan melakukan apapun juga sehingga timbullah pencurian, perampokan, penipuan, pemerasan dan termasuk penyuapan dan pemogokan yang menjadi akibat dari pemerasan.

Oleh karena itu, segala tindak korup di dunia ini tidak akan dapat dihentikan oleh apapun juga selama manusia menjadi hamba dari nafsu-nafsu keinginannya sendiri. Selama manusia belum mengenal diri pribadi dan tidak sadar bahwa dirinyalah sumber segala kebusukan. Dunia akan menjadi sebuah tempat yang berbeda sekali apabila kita sudah tidak lagi dikejar atau mengejar kebutuhan! Sandang pangan dan tempat tinggal memang merupakan keperluan mutlak bagi manusia hidup, namun sayang, bukan yang tiga itulah sesungguhnya yang kita kejar-kejar, yang menjadi kebutuhan kita, melainkan kesenangan, kepuasan yang tidak ada ukurannya lagi akan besar dan banyaknya.

Maka bahagialah mereka yang TIDAK MEMBUTUHKAN APA-APA. Bukan berarti menolak dan memantang segala sesuatu, melainkan tidak mencari dan tidak akan mengejar. Kalau ada, boleh, kalau tidakpun tidak akan mengejar, karena pengejaran ini yang menimbulkan segala macam bentuk kejahatan di dunia.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo







Jumat, 10 Oktober 2014

MENGAPA TIDAK BAHAGIA

Saudaraku,…
Dalam keadaan tidak berbahagia, maka kita butuh kebahagiaan. Kita mengejar-ngejar bahagia seperti mengejar bayangan sendiri. Mana mungkin memisahkan bayangan dari diri kita? Mana mungkin mengejar dan mencari sesuatu yang tidak kita kenal? Yang penting adalah menyelidiki. MENGAPA batin kita sengara, MENGAPA kita tidak berbahagia! Itulah penyakitnya yang harus disembuhkan! Kalau sudah sembuh, yaitu kalau kita TIDAK sengsara lagi, perlukah kita mencari kebahagiaan lagi?


Kebahagiaan tidak ada karena kita kecewa, karena kita sengsara, karena kita marah, benci, dendam, iri, takut. Kalau semua itu sudah lenyap, nah, barulah kita bisa bicara tentang kebahagiaan.

Picture source : http://www.santabanta.com

### Berbisnis & Beramal : KLIK >> www.income-syariah.com/?id=agung79

Jumat, 05 September 2014

JIKA ANDA BERIMAN

Saudaraku,…

Di dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita semakin menjauhi Ketuhanan dan Perikemanusiaan! Ketuhanan dan Perikemanusiaan hanya menjadi hiasan bibir belaka bagi kita, hanya kita dengang-dengungkan sebagai slogan-slogan kosong! Kenyataan pahit ini harus kita hadapi dengan mata dan telinga terbuka, dan untuk menyelidiki kebenarannya, kita harus membuka mata mengamati diri kita sendiri masing-masing! Benarkah kita ini ber-Tuhan? Benarkah kita ini berperikemanusiaan?

Tak perlulah untuk menilai orang lain apakah dia atau mereka itu ber-Tuhan atau berperikemanusiaan, karena penilaian kepada orang lain itulah yang membuat kita menjadi palsu, yang membuat kita mempergunakan pengertian ber-Tuhan dan berperikemanusiaan itu untuk menyalahkan dan menyerang orang lain! Akan tetapi marilah kita mengamati diri kita sendiri masing-masing!

Kita semua mengaku beriman, kita semua mengaku ber-Tuhan, akan tetapi mari kita singkirkan semua pengakuan yang tidak ada arti dan gunanya ini, melainkan kita mengamati batin sendiri apakah benar-benar kita ber-Tuhan! Kalau kita benar-benar ber-Tuhan, sudah tentu setiap saat kita waspada, setiap saat kita sadar bahwa Tuhan mengamati semua perbuatan kita, mendengarkan semua suara hati dan mulut kita!

Sebaliknya, kalau kita ber-Tuhan hanya di mulut belaka, maka terjadilah seperti yang sekarang ini terjadi di dunia, di antara kita semua, yaitu bahwa dalam keadaan menderita saja kita ingat kepada Tuhan, sedangkan waktu selebihnya kita lupakan begitu saja, lupakan dengan sengaja karena kita haus akan kesenangan dan Tuhan kita anggap sebagai penghalang kesenangan!

Dapatkah kita hidup ber-Tuhan bukan dengan kata-kata kosong, pengakuan mulut, melainkan dengan sepenuhnya, secara mendalam, mendarah daging dan nampak dalam setiap gerakan, ya, bahkan setiap tarikan napas kita? Dapatkah? Yang menjawab hanya bukti pada diri kita sendiri, karena semua jawaban teori hanya kosong melompong tanpa arti.
Penghayatan dalam kehidupan setiap saatlah yang menentu-kan segalanya.

Kita selalu ingin disebut sebagai orang yang berperikemanusiaan! Betapa menggelikan dan juga menyedihkan! Seolah-olah perikemanusiaan hanya semacam cap atau semacam hiasan belaka! Pernahkah kita meneliti mengamati diri sendiri lahir batin apakah kita ini berperikemanusiaan ataukah tidak! Adakah api “kasih” bernyala dalam batin kita? Tidak ada! Api itu padam sudah! Yang ada hanya abu dan asapnya saja yang membutakan mata. Yang ada hanyalah pengejaran uang, kedudukan, dan pengejaran kesenangan jelas meniadakan cinta kasih! Pengejaran kesenangan memupuk dan membesarkan si aku yang ingin senang, dan makin besar adanya si aku, makin jauhlah sinar cinta kasih dari batin. Dan semua itu, yang nampak demikian gemilang dan menyilaukan, yang nampak demikian menyenangkan, sesungguhnya hanyalah lorong lebar menuju kepada kesengsaraan hidup. Memang, kita boleh tersenyum mengejek dengan sinis, boleh saja. Kita semua seperti dalam keadaan buta selagi mengejar-ngejar kesenangan yang kita namakan dengan istilah-istilah muluk seperti kemajuan dan sebagainya.

Saudaraku,…
Kapankah kita akan sadar bahwa hidup tanpa cinta kasih tidak mungkin membuat kita hidup ber-Tuhan dan berperikemanusiaan? Ber-Tuhan berarti hidup penuh sinar cinta kasih! Berperikemanusiaan berarti penuh cinta kasih! Dunia penuh konflik, penuh kebencian, penuh pertentangan dan permusuhan, penuh pemberontakan dan peperangan, namun kita masih selalu bicara tentang damai tentang perikemanusiaan dan sebagainya! Sama dengan membicarakan tentang bunga dan buah selagi pohonnya sakit dan rontok.
           


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo

Jumat, 22 Agustus 2014

BAYANGAN KESENANGAN


Saudaraku,…
Di dalam kehidupan terdapat bermacam kebutuhan yang kesemuanya amat penting. Kecukupan lahiriah berupa pangan dan papan. Kesehatan jasmani, kerukunan dalam keluarga, dan sebagainya lagi. Semua itu merupakan bagian-bagian dari kelompok yang dinamakan keperluan atau kebutuhan hidup. Dan kesemuanya itu perlu, tidak kalah pentingnya dari bagian yang lain. Mementingkan satu bagian saja merupakan kebodohan karena yang satu harus ditutup oleh yang lain.

Orang yang hidupnya kaya raya dan serba kecukupan, tetap saja akan menderita dalam hidupnya kalau kesehatannya terganggu. Orang yang sehat sekalipun tetap akan menderita kalau kekurangan makan dan pakaian. Bahkan orang yang sehat dan kaya sekalipun akan hidup menderita kalau tidak mempunyai kerukunan dalam keluarga. Di waktu sakit berat, orang yang kaya akan rela kehilangan semua kekayaannya asalkan dia sembuh. Sebaliknya, orang sehat melupakan segala dan mati-matian mempertaruhkan kesehatannya demi mengejar dan menumpuk harta benda.

Demikianlah kenyataannya, hidup ini merupakan sekelompok kebutuhan-kebutuhan yang memang mutlak penting. Akan tetapi, biarpun mementingkan yang satu saja tanpa memperdulikan yang lain merupakan kebodohan, dan mengabaikan kesemuanya merupakan sikap lemah yang bodoh, sebaliknya terlalu mengejar kesemuanya itupun akan menjerumuskan!

Banyak orang beranggapan bahwa kalau sudah kaya raya dan berkedudukan tinggi, tentu orang akan hidup bahagia. Karena itu, semua orang berlomba-lomba untuk mengejar kekayaan dan kedudukan. Padahal, semua yang digambarkan sebagai kebahagiaan itu sesungguhnya hanyalah bayangan kesenangan belaka. Dan kesenangan itu selalu hanya dirasakan oleh orang yang belum mencapai atau memilikinya.

Kalau kita menjenguk ke dalam kehidupan orang-orang kaya atau orang-orang berkedudukan tinggi, barulah kita akan melihat bah-wa gambaran khayal dari kita bahwa mereka itu hidup bahagia adalah keliru sama sekali. Bahkan mereka itu sudah tidak lagi dapat merasakan kesenangan atau menikmati hartanya maupun kedudukannya, atau setidaknya, tidak seindah atau senikmat ketika mereka membayangkanuya sebelum memilikinya.

Sesungguhnyalah bahwa kesenangan dapat dicari, namun kebahagiaan tidak! Yang bisa dikejar dan dicari hanyalah kesenangan, namun kesenangan ini amat pendek umurnya dan tempatnya selalu diperebutkan oleh kebosanan, kekecewaan dan kesusahan! Bukanlah berarti bahwa kita harus menolak kesenangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang bertapa di puncak gunung. Mereka ini justeru mencari kesenangan dengan cara lain, yaitu cara menyiksa diri atau cara menolak kesenangan lahiriah untuk mencari kesenangan batiniah yang pada hakekatnya sama juga! Tidak menolak!

Kesenangan hidup adalah kenikmatan yang sudah menjadi hak kita untuk menikmatinya, dan tubuh kita sejak lahir sudah dilengkapi dengan alat-alat untuk menikmati kesenangan hidup melalui panca indra. Bukan menolak, melainkan tidak mengejar-ngejar! Kalau ada kesenangan itu, kita nikmati sebagai anugerah, namun dalam keadaan tetap waspada sehingga kita tidak menjadi mabuk kesenangan dan menjadi buta. Namun, kalau tidak ada, kita tidak mengejar-ngejarnya, yang biasanya diberi pakaian kata muluk “cita-cita”.

Dan, kalau kita sudah bebas dari pengejaran ini, di dalam segala sesuatu terdapat keindahan, kenikmatan yang menyenangkan itu! Di dalam segelas air sekalipun, di dalam hal-hal yang biasanya dipandang sebagai hal sederhana tak berarti, akan nampak sesuatu yang amat indah, menyenangkan dan mendatangkan nikmat hidup.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo



Jumat, 18 Juli 2014

RACUN HATI YANG BERBAHAYA


Saudaraku,…
Dendam merupakan racun bagi batin yang amat berbahaya. Dendam dapat menciptakan perbuatan-perbuatan yang amat keji dan kejam, amat kotor dan hina. Dendam membuat kita mau melakukan apa saja, betapapun kotornya, untuk melampiaskan dendam itu. Dendam menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dendam adalah kebencian dan penyakit batin ini sudah umum diderita oleh kita semua.

Kalau perasaan benci dan dendam menyerang batin kita dan kita lalu bersikap waspada, mengamati perasaan kita sendiri, maka akan nampaklah dengan jelas rangkaian-rangkaiannya, sebab-sebabnya dan timbulnya benci. Mula-mula kebencian timbul kalau si aku merasa dirugikan, merasa dibikin tidak senang, dikecewakan, pendeknya yang membuat si aku merasa rugi, baik lahir maupun batin. Dari perasaan tidak senang inilah timbulnya kebencian. Kalau hanya sampai di situ, kalau kita mengamati dengan penuh kewaspadaan, mengamati dengan batin kosong tanpa menilai, maka kebencian akan berakhir pula sampai di situ.

Akan tetapi, biasanya pikiran kita lalu bekerja dengan sibuknya, menilai perasaan benci ini, menilai, mendorong, menarik, mengendalikan. Sebagian pikiran mencela bahwa benci itu tidak baik, sebagian pikiran pula membela perasaan itu dengan mengajukan sebab-sebabnya, yaitu karena dirugikan. Terjadilah pemborosan enersi batin, terjadilah konflik dan tarik-menarik dari penilaian itu, dan konflik ini bahkan menambah pupuk bagi kebencian itu sendiri. Yang benci adalah aku, kebencian adalah aku, yang me-nilai, mencela dan membela adalah aku pula, yakni kesibukan pikiran sendiri.

Dengan demikian, kebencian takkan mungkin lenyap. Bisa saja dikendalikan dan ditekan dan NAMPAKNYA saja lenyap, namun sesungguhnya hanya merupakan penundaan sementara saja, api kebencian itu masih membara, seperti api dalam sekam, nampaknya padam namun di sebelah dalam membara dan sewaktu-waktu pasti akan bernyala lagi kalau mendapatkan angin dan bahan bakar!

Pupuk yang membuat suburnya kebencian itu-lah yang harus lenyap dari batin kita. Penilaian, pengendalian, celaan dan pembelaan itulah yang harus tidak ada. Yang ada hanya mengamati saja kebencian yang timbul itu, mengamati tanpa menilai, bukan AKU yang mengamati karena kalau demikian masih sama saja, masih kesibukan pikiran belaka yang menginginkan lain, yang ingin agar tidak benci, agar baik dan sebagainya. Yang ada hanya pengamatan saja penuh kewaspadaan, perhatian yang menyeluruh terhadap kebencian yang mengamuk di hati dan pikiran itu. Tanpa penilaian seperti itu, kebencian akan kehilangan daya gerak, akan kehilangan daya hidup, seperti api kehabisan bahan bakarnya. Benci pribadi, atau kebencian yang timbul ka-rena keluarga, demi golongan, demi bangsa, se-mua itu pada hakekatnya sama saja, yang menjadi peran utama adalah si aku yang dapat saja diperluas menjadi keluargaku, golonganku, bangsaku dan selanjutnya.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo



Sabtu, 17 Mei 2014

DENDAM DAN KEKEJAMAN


Saudaraku,…
Dendam membuat kita menjadi kejam. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan melihat sendiri keadaan batin kita. Dendam melahirkan kebencian dan kebencian inilah yang memungkinkan perbuatan kejam karena kebencian membuat kita ingin melihat yang kita benci itu menderita sehebat mungkin! Dan kebencian merupakan suatu penyakit. Jangan dikira bahwa setelah orang yang dibencinya lenyap, lalu kebencian itu pun akan berakhir atau lenyap dengan sendirinya. Kebencian itu akan tetap ada di batin, tinggal me nanti bahan bakarnya saja untuk dapat berkobar lagi. Tentu sekali waktu akan muncul bahan bakar itu yang berupa orang atau golongan yang akan dibencinya lagi. 


Karena kebencian adalah penonjolan keakuan yang paling parah, kebencian timbul karena si aku merasa dirugikan sehingga timbul dendam dan benci yang membuat si aku ingin sekali melihat yang dibenci itu menderita dan “terbalas”.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Picture source : http://www.santabanta.com