Kamis, 27 Juni 2013

TUNTUTAN NAFSU

Saudaraku,…
Nafsu selalu menghendaki agar keinginannya tercapai, dan betapa terselubung pun keadaan nafsu, diberi pakaian dan sebutan yang indah dan bersih, tetap saja tujuannya hanya demi kepentingan diri sendiri. Aku tidak perduli melakukan kejahatan karena aku ingin mendapatkan kesenangan dari hasil kejahatan itu. Aku harus melakukan kebaikan karena aku ingin mendapatkan kesenangan dari hasil kebaikan itu. Berlawanan namun tujuannya sama, yaitu ingin mendapatkan kesenangan dari perbuatan itu. Perbuatan itu tidak utuh, melainkan dijadikan alat atau cara untuk mencapai titik tujuan, yaitu kesenangan yang dikejar-kejar.

Nafsu selalu menyelinap ke dalam pamrih dan pamrih yang saling berlawanan antara manusia menimbulkan bentrokan. Pengejar hasil kebaikan yang satu bertabrakan dengan pengejar hasil kebaikan yang lain karena terjadi bentrokan pamrih. Agama yang satu bentrok dengan agama yang lain karena masing-masing pemeluknya, yaitu manusia, saling mempertahankan “kebaikan” berpamrih tadi.

Orang menyalahkan keadaan di luar diri, menyalahkan lingkungan, masyarakat yang dianggap sebagai penyebab penyelewengan dan kesesatan dirinya. Kita lupa bahwa 1ingkungan atau masyarakat dibentuk oleh keadaan pribadi-pribadi. Kalau hendak menyehatkan 1ingkungan, seharusnya harus menyehatkan pribadi. Kalau pribadi-pribadi sehat, lingkungan pun otomatis menjadi sehat. Orang boleh bertapa mengasingkan diri ke tempat-tempat sunyi, menjauhkan diri dari keramaian, menyiksa diri dengan segala macam cara berusaha untuk mengendalikan dan meyalahkan nafsunya senndiri.

Namun orang lupa bahwa perbuatan ini pun merupakan suatu usaha yang mengandung pamrih, jadi masih dalam lingkaran setan, masih terdorong nafsu. Selama ada dasar "aku ingin" tentu ada nafsu tersembunyi dalam bentuk "agar berhasil". Dan apapun hasil yang dikejar-kejar itu, dengan pakaian bersih, dengan istilah mulia seperti sorga, kedamaian, keheningan, keabadian, kesempurnaan dan lain-lain, tetap saja di dalamnya bersembunyi “kesenangan”. Karena sorga, kedamaian, keheningan, keabadian dan sebagainya itu dianggap enak dan menyenangkan maka, kita kejar-kejar dengan cara memaksa diri berbuat apa yang kita anggap sebagai kebaikan. Tidak pernah kita bertanya kepada diri sendiri : Andaikata sorga itu tidak, menyenangkan, kedamaian dan sebagainya itu tidak enak, apakah kita masih melakukan kebaikan yang kita paksakan itu? Lalu untuk apa?

Kebaikan adalah suatu sifat, suatu keadaan yang wajar, bukan suatu perbuatan yang disengaja. Kalau kita sadar bahwa kita berbuat baik, maka di situ pasti terkandung suatu harap akan pahalanya, walau tersembunyi sekali pun. Matahari merupakan kebutuhan mutlak semua mahluk, memberi kehidupan ketika melimpahkan cahayanya, namun dia tidak tahu apakah itu suatu perbuatan baik. Pohon-pohon memberikan bunga-bunga, harum, buah-buahan segar, kayu dan kulitnya pun bermanfaat bagi serangga dan manusia, hewan-hewan seperti sapi, kuda, anjing dan sebagainya, semua melakukan "kebaikan" tanpa sengaja dan tidak mengharapkan imbalan.

Kita dianugerahi hati akal pikiran yang mengagkat kita menjadi mahluk termulia. Dengan alat-alat itu kita dapat berbuat lebih banyak bagi alam, jauh lebih banyak dibandingkan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Mestinya begitu. Namun, justeru hati akal pikiran manusia yang menimbulkan malapetaka di dunia ini, karena nafsu yang menguasainya. Nafsu mutlak penting bagi kehidupan kita, namun juga mutlak berbahaya karena menyeret kita ke dalam kesesatan. Lalu bagaimana?

Saudaraku,…
Jalan satu-satunya hanya kembali kepada kekuasaan Tuhan. Menyerah! Hanya Tuhan yang mampu mengatur dan mengembalikan kita ke alam kewajaran di mana seluruh anggauta tubuh kita luar dalam termasuk hati akal pikiran dibersihkan dari pengaruh nafsu dan berfungsi seperti sebelum dikuasai nafsu. Kalau sudah begitu, manusia akan menjadi manusia seutuhnya, dibimbing dan dikendalikan oleh jiwa yang bersih dari nafsu. Bahkan nafsu yang tadinya merajalela dikembalikan kepada fungsinya semula, yaitu alat dari jiwa dalam jasmani, bukan menjadi majikan.

Picture source : http://www.santabanta.com

INFO BISNIS ONLINE

INILAH BISNIS PULSA PALING MENGUNTUNGKAN MINGGU INI!

GRATIS 100% !

Jadikanlah HP Anda PENCETAK UANG terdasyat yang akan membanjiri rekening Anda setiap bulan. Daptkan pasif income Rp. 3 Milyar dan bonus senilai total Rp 275 juta.

Jika Anda tertarik dengan informasi ini atau ingin bergabung bersama kami, silahkan klik link ini :



Selasa, 18 Juni 2013

TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA

Saudaraku,…
Setiap orang mengakui bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna. Yang sempurna hanyalah Tuhan. Setiap orang manusia sudah pasti mempunyai kesalahan, setiap orang manusia berdosa. Dan kita sendiri, setiap orang dari kita, juga seorang manusia, karenanya kita masing-masing ini adalah orang berdosa dan bersalah. Oleh karena itu, pantaskah kita mencela orang lain yang bersalah? Orang itu sama saja dengan kita, hanya macam kesalahan atau macam dosanya saja yang berbeda, ada yang kadarnya besar, ada yang kecil. Akan tetapi, kita ini senasib sependeritaan, takkan dapat lepas daripada kesalahan, daripada dosa.

Seyogianya kalau melihat orang lain berdosa, kita membantunya dengan petunjuk dan peringatan, seperti melihat orang lain sakit, sepatutnya kita memberi obat dan hiburan. Jangan melihat orang lain terperosok ke dalam lumpur, malah kita injak kepalanya! Uluran tangan untuk menariknya keluar dari lumpur merupakan kewajiban luhur.


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo








Selasa, 11 Juni 2013

MEWASPADAI PIKIRAN

Saudaraku,…
Kebencian dan rasa takut didatangkan oleh pikiran yang membayangkan hal-hal yang mengerikan dan tidak menyenangkan yang telah atau akan menimpa diri kita. Iri hati, keinginan, ambisi, gairah datang karena pikiran membayangkan hal-hal yang menyenangkan dan yang telah atau akan kita alami. Segala macam nafsu datang dari pikiran yang membayang-bayangkan hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang sehingga kehidupan kita sepenuhnya dipermainkan dan dikuasai oleh kesibukan pikiran, membuat kita tidak mampu melihat keadaan sesungguhnya dan kenyataan dari saat sekarang ini.

Oleh karena itu, seorang bijaksana akan selalu waspada terhadap pikirannya sendiri, karena pikiran yang sesungguhnya amat penting bagi fungsi hidup sehari-hari sebagai alat untuk mengingat dan mencatat, juga amatlah jahat kalau dipergunakan tidak pada tempatnya, yaitu dipergunakan untuk menguasai kehidupan seluruhnya dengan pembentukan si aku. Si aku adalah pikiran itu sendiri yang selalu mengejar kesenangan dan menyingkir dari yang tidak menyenangkan. Maka batin menjadi ajang perang dari kenyataan seperti apa adanya dan bayangan-bayangan pikiran yang selalu menginginkan hal-hal yang lain daripada kenyataan yang ada! Maka datanglah konflik batin yang tentu akan tercetus keluar menjadi konflik lahir. Kalau kita mau membuka mata melihat kenyataan konflik ini nampak di dalam kehidupan kita sehari-hari, dari konflik kecil antar manusia sampai konflik besar antar bangsa berupa perang!


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Picture source : http://www.santabanta.com




Selasa, 04 Juni 2013

MEWASPADAI KEINGINAN



Saudaraku,…
Keinginan manusia untuk memperbesar dirinya menambah semua kemuliaan dan kesenangan dirinya, merupakan penyakit yang tak pernah sembuh sampai manusia mati. Keinginan untuk menjadi lebih daripada keadaan sekarang, merupakan nafsu yang menghanyutkan, makin dituruti semakin membesar dan semakin tamak. Seperti orang kehausan minum-minuman yang terlampau manis, makin banyak minum menjadi semakin haus. Sekali membiarkan nafsu mencengkeram batin, nafsu keinginan memperoleh segala yang belum dimilikinya, maka penyakit itu akan mendarah daging dan terus mencengkeramnya sampai akhir hayat! Kecuali kalau ada kesadaran yang timbul dari pengamatan waspada sehingga kita melihat akan kenyataan diri sendiri, dan kesadaran ini akan secara seketika membuang jauh-jauh nafsu keinginan atau penyakit itu.

Bukan berarti kita lalu menjadi mati semangat atau lumpuh, bukan berarti menjadi bosa hidup dan seperti patung atau seperti pohon saja, menerima segala sesuatu tanpa ikhtiar. Ikhtiar untuk memelihara diri adalah wajib, menjaga diri, menempatkan diri, sebaiknya, mencari kebutuhan hidup ini, sandang pangan sewajarnya. Menikmati kesenangan hidup adalah hak kita, karena kita diperlengkapi alat-alat yang sempurna untuk menikmati hidup melalui panca indrya kita. Akan tetapi, ini bukan berarti kita mengejar kesenangan itu, bukan berarti kita dicengkeram penyakit nafsu keinginan mengejar segala keadaan yang belum kita miliki.

Nafsu keinginan mengejar kesenangan ini dapat saja bersembunyi di balik kata-kata yang muluk dan indah, misalnya gagasan-gagasan, cita-cita, harapan-harapan yang dapat saja kita pulas sehingga warnanya menjadi putih dan menamakannya cita-cita mulia, ide-ide sempurna, dan sebagainya. Namun, kesemuanya itu tidak ada bedanya dengan ambisi, keinginan untuk mencapai suatu keadaan atau memperoleh sesuatu yang kita anggap akan lebih menyenangkan daripada yang ada sekarang ini!

Penyakit ini, yaitu nafsu keinginan mengejar sesuatu, dapat saja menimbulkan penyelewengan-penyelewengan. Kalau yang dikejar itu kesenangan melalui uang, maka dapat menimbulkan pencurian, penipuan, kecurangan, korupsi dan sebagainya lagi. Kalau yang dikejar itu pahala batiniah, maka akan muncul kemunafikan, kepura-puraan. Kalau yang dikejar itu kedudukan, akan timbul persaingan. Kalau yang di kejar itu kesenangan melalui sex, akan timbul pelacuran, perkosaan, perjinaan dan sebagainya.

Gejala yang nampak pada orang yang dihinggapi penyakit itu adalah kekecewaan yang terus menerus karena dia tidak akan pernah merasa puas. Kepuasan yang dirasakannya hanyalah sekelumit, selewatnya seperti angin lalu saja karena kepuasan sekelumit itu segera sirna lagi di buru penyakit yang ingin mengejar labih lagi. Orang yang berpenyakit seperti ini akan selalu mengejar yang tidak ada, sehingga tidak akan mampu menikmati apa yang ada. Pandang mata batinnya tak pernah ditujukan untuk mengamati keindahan apa yang ada, melainkan menerawang selalu ke arah bayangan apa yang dinginkannya, yang selalu membesar, membengkak, dan menjauh.

Berbahagialah orang yang bebas dari penyakit ini, dan hidup di saat ini, menikmati apa yang ada dengan segala kewajarannya.



Picture source : http://www.santabanta.com

Tulisan ini disarikan dari :
Cerita silat karya ASMARAMAN S / KHO PING HOO