Jumat, 17 Januari 2014

TENTANG KEMARAHAN

Saudaraku,...

Kemarahan yang mendatangkan kebencian itu merupakan api dalam batin yang tidak dapat dilenyapkan dengan jalan menutup-nutupinya dengan kesabaran atau dengan mencoba untuk melupakan melalui hiburan-hiburan. Kalau kita marah kepada seseorang, kepada isteri atau suami umpamanya, lalu kita sabar-sabarkan dengan alasan-alasan yang kita buat sendiri, memang dapat kita menjadi sabar dan tenang.


Akan tetapi, api kemarahan itu sendiri belum padam, masih bernyala di dalam batin, hanya tidak berkobar-kobar, tidak meledak-ledak karena ditutup oleh kesabaran yang kita ciptakan melalui pertimbangan-pertimbangan dan akal budi. Seperti api dalam sekam. Kalau mendapatkan minyak, maka api kemarahan yang masih bernyala itu akan berkobar lagi, akan meledak lagi dalam kemarahan yang mengambil sasaran lain, mungkin kita lalu akan marah-marah kepada anak kita, kepada pembantu kita, kepada teman dan sebagainya!

Maka kita akan terperosok ke dalam lingkaran setan yang tiada berkeputusan, marah lagi bersabar lagi, marah lagi, bersabar lagi dan seterusnya, melakukan perang terhadap kemarahan yang pada hakekatnya adalah diri kita sendiri.Terjadilah konflik di dalam batin yang terus-menerus antara keadaan kita yang marah dan keinginan kita untuk tidak marah! Akan terjadi hal yang sama sekali berbeda apabila di waktu kemarahan timbul kita hanya mengamatinya saja!

Mengamati tanpa penilaian buruk atau baik, tanpa menyalahkan atau membenarkan. Ini berarti tanpa adanya aku atau sesuatu yang mengamati, karena begitu ada si aku yang mengamati, sudah pasti timbul penilaian dari si aku. Jadi yang ada hanyalah pengamatan saja, mengamati dan menyelidiki kemarahan itu, mengikuti segala gerak-geriknya penuh perhatian. Yang ada hanya PERHATIAN saja, tanpa ada yang memperhatikan.

Pengamatan tanpa si aku yang mengamati inilah yang akan melenyapkan atau memadamkan api kemarahan itu, tanpa ada unsur kesengajaan atau daya upaya untuk memadamkan!


Tulisan ini disarikan dari :
Cerita silat karya ASMARAMAN S / KHO PING HOO



Jumat, 10 Januari 2014

MENJADI BIJAKSANA



Saudaraku, …
Segala macam keindahan dan keenakan bukan terletak pada benda di luar diri kita, melainkan tergantung sepenuhnya kepada batin dan badan kita sendiri. Sarana untuk dapat menikmati hidup ini bukanlah kekayaan, kedudukan, kepandaian, ataupun kekuasaan. Sarana yang mutlak hanyalah kesehatan badan dan batin.


Tawa bukan hanya milik orang kaya dan tangis bukan hanya bagian orang miskin. Tawa sebagai cermin suka dan tangis sebagai cermin duka akan selalu silih berganti meng-ombang-ambingkan manusia yang belum sehat badan dan batinnya. Orang yang memiliki segala-galanya dalam arti kata yang sedalam-dalamnya, yang mampu menikmati setiap tarikan napas, mampu menikmati setiap teguk air, mampu melihat dan mendengar keindahan segala sesuatu yang nampak dan terdengar, adalah orang bijaksana.

Orang bijaksana tidak ter-sentuh dalam arti kata terseret suka duka. Orang bijaksana adalah orang yang sehat badan dan batinnya.