Saudaraku,…
Memang kehidupan manusia, cara hidup manusia seperti yang
kita hayati selama ribuan tahun ini salah dan palsu adanya! Kita hidup seperti
mesin, kita hidup seperti alat-alat mati, kita hidup hanya menurut garis-garis
yang telah ditentukan oleh manusia-manusia lain, manusia-manusia terdahulu yang
merupakan tradisi, ketahyulan, hukum-hukum yang mati dan kaku. Kita hidup
dituntun, dibimbing, dikurung dan dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan
contoh-contoh dan pola-pola yang telah dibangun oleh “peradaban” sejak ribuan
tahun. Peradaban yang sesungguhnya tidak beradab! Segala sesuatu dalam hidup,
baik buruknya dipandang dari segi hukum dan ketentuan umum, sehingga segalanya
palsu adanya!
Kesopanan dipandang dari pakaian dan sikap yang
sesungguhnyapun hanya pakaian yang tak nampak, dan ini sudah menjadi pendapat
umum yang mati. Padahal kesopanan letaknya di dalam batin, bukan di dasi atau
sepatu! Demikian pula, kebenaran, kebajikan, budi dan lain-lain ditukar dari
pendapat umum yang hanya memperhatikan lahiriah belaka! Padahal sumbernya
adalah di dalam batin, dan hanya diri sendirilah yang dapat mengerti apakah
kesopanan yang dilakukan itu, apakah kebajikan dan lain sebagainya yang
dilakukan itu palsu belaka, pura-pura belaka, ataukah wajar! Kalau wajar dan
tulus, tanpa pamrih, tanpa diikat oleh aturan-aturan lahiriah, itu barulah
benar!
Hukum pula yang menentukan bahwa hubungan kelamin baru
benar kalau dilakukan setelah pria dan wanita itu menikah! Atau baru benar
kalau dilakukan oleh orang-orang yang berjual beli dan sudah disyahkan
pemerintah! Benarkah demikian? Kalau kita mau membuka mata batin, mau
mempelajari diri sendiri, menjenguk hati dan pikiran sendiri, memandangnya
dengan bebas, kiranya akan terlihat bahwa tidak benarlah demikian itu.
Biarpun sudah disyahkan oleh hukum pernikahan, biarpun
sudah disebut suami isteri oleh umum, kalau hubungan itu dilakukan tanpa adanya
cinta kasih, melainkan hanya sebagai alat untuk mencari kepuasan dan kesenangan
diri pribadi belaka, maka hubungan kelamin macam itu pun kotor dan palsu
adanya! Sama saja dengan perbuatan menolong orang lain yang oleh pandangan umum
disebut baik, akan tetapi kalau di dalam batinnya pertolongan itu dilakukan
dengan pamrih, dilakukan sebagai alat untuk mencari pujian, untuk mencari balas
jasa, maka “pertolongan” macam itupun kotor dan palsu adanya! Jadi yang mutlak
menjadi mutu setiap perbuatan adalah dasarnya, dasar batiniahnya.
Tulisan
ini dikutip dari :
Cerita
silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar