Rasa takut akan kematian ini dapat dirasakan oleh kita
semua, tidak perduli tua ataupun muda, kaya ataupun miskin, tinggi ataupun
rendahnya kedudukan. Bahkan rasa takut ini lebih banyak hinggap dalam batin
mereka yang berkedudukan tinggi, yang kaya raya, yang terkenal dan dipuja.
Sesungguhnya, mengapa timbul rasa takut akan kematian ini? Benarkah rasa takut
ini akan hilang kalau kita dapat menjenguk keadaan sesudah mati? Agaknya ini
hanya merupakan pendapat kosong belaka. Bagaimana kita dapat takut akan sesuatu
yang tidak kita mengerti? Kita hanya takut akan sesuatu yang kita mengerti,
yaitu kesengsaraan, kehilangan, takut kalau-kalau hal semacam itu akan terjadi.
Kita hanya takut akan hal-hal yang belum terjadi, karena rasa takut
sesungguhnya merupakan akibat permainan pikiran yang mengkhayalkan hal-hal
buruk yang belum terjadi, pikiran yang mengada-ada. Rasa takut timbul karena
kita tidak mau kehilangan hal-hal yang menyenangkan kita, hal-hal yahg telah
mengikat batin kita, seperti keluarga, kedudukan, kekayaan, nama besar dan
sebagainya. Kita takut kehilangan semua ini kalau kita mati, kita takut akan
merasa kesepian karena tidak adanya semua yang kita cinta itu, cinta mengandung
kesenangan, cinta yang timbul karena ingin disenangkan.
Jelaslah bahwa rasa takut akan kematian timbul dari
ikatan-ikatan itu, ikatan yang kita adakan karena kesenangan, karena kita ingin
selalu memiliki kesenangan itu. Kita terikat kepada harta benda kita, maka kita
takut kalau kehilangan harta benda itu, terikat kepada keluarga, isteri, suami,
anak-anak, terikat kepada kedudukan, kemuliaan, kepada nama besar, dan kita
takut kalau kehilangan itu semua. Andaikata semua yang kita anggap menyenangkan
itu dapat ikut bersama kita mati, kiranya rasa takut akan kematian itupun tidak
akan pernah ada!
Karena itu, dapatkah kita bebas daripada ikatan? Sehingga
dengan bebas dari ikatan kita tidak akan tercekam rasa takut, bahkan tidak lagi
terpengaruh oleh perpisahan dan kehilangan, sehingga tidak akan menderita
kesengsaraan, kekecewaan dan kedukaan sewaktu masih hidup?
Kita semua tahu bahwa kematian tak dapat dihindarkan.
Berarti bahwa perpisahan dengan apa dan siapapun juga tidak mungkin dapat pula
dielakkan. Sekali waktu pasti terjadi perpisahan itu, entah kita yang
ditinggalkan ataukah kita yang meninggalkan. Karena sudah pasti terjadi
perpisahan ini, maka sebelum terjadi perpisahan jalan satu-satunya untuk
menghindarkan duka dan rasa takut adalah kebebasan. Bebas dari ikatan. Kalau
sesuatu telah mengikat kita, maka sesuatu itu akan berakar dalam hati dan kalau
tiba saatnya perpisahan, sesuatu itu dicabut, sudah tentu hati kita akan
terluka, akar itu akan jebol dan hati kita akan pecah berdarah.
Bebas dari ikatan bukan berarti lalu meninggalkan semua
itu selagi masih hidup atau lalu acuh tak acuh, atau meninggalkan keluarga dan
harta milik, meninggalkan dunia ramai dan lari ke puncak gunung atau ke tepi
laut yang sunyi untuk hidup menyendiri dan bertapa. Ikatan yang dimaksudkan
adalah ikatan batin. Melarikan diri hanya melepaskan ikatan lahir saja. Apa
gunanya menyingkir di puncak gunung kalau hati masih terikat? Hanya sengsara
yang akan dirasakan!
Bebas dari ikatan berarti tidak memiliki apa-apa secara
batiniah. Secara lahiriah memang kita memiliki isteri, suami, anak-anak,
keluarga, harta benda, kedudukan, nama dan sebagainya lagi, akan tetapi secara
batiniah kita berdiri sendiri, tidak terikat oleh apapun juga. Bukan berarti
acuh tidak acuh, bukan berarti tidak mencinta. Justeru cinta kasih sama sekali
bukan ikatan! Ikatan ini hanyalah nafsu ingin senang, kesenangan untuk diri
sendirt tentunya. Karena ingin senang, maka segala yang menyenangkan diri
sendiri ingin dimiliki selamanya, den timbullah ikatan.
Bebas dari ikatan ini berarti mati dalam hidup. Dan kalau
selagi hidup sudah bebas dari ikatan, maka kematian bukan apa-apa. Karena tidak
memiliki apa-apa maka tidak akan kehilangan apapun. Orang yang berduka karena
kehilangan adalah orang yang merasa memiliki yang hilang itu, terbelenggu oleh
ikatan batin yang erat. Padahal, di dalam kehidupan ini tiada apapun yang
langgeng, segala sesuatu yang kita punyai hanyalah untuk sementara saja, atau
seperti juga berang titipan yang sewaktu-waktu akan diambil kembali oleh Sang
Pemilik Abadi.
Yang bebas dari ikatan ini, yang tidak memiliki apa-apa
ini, tidak membutuhkan apapun, karena segalanya sudah ada padanya, bagaikan
sebuah guci yang sudah penuh, dapat menikmati kehidupan ini, dapat menikmati
segala seuatu tanpa keinginan memilikinya. Karena tidak memiliki apa-apa maka
dunia ini sudah menjdadi miliknya. Dan hanya yang bebas dari ikatan ini yang
mengenal apa itu sesungguhnya yang dinamakan cinta kasih.
Tidak semua orang dapat bebas dari ikatan. Bahkan banyak
orang-orang yang dianggap dan merasa dirinya pandai, maju dan sebagainya, masih
terbelenggu oleh ikatan-ikatan. Seperti juga nenek Yelu Kim, biarpun ia pandai
dan berkedudukan tinggi, namun ia belum mampu membebaskan diri dari ikatan
sehingga timbul rasa takut akan kematian yang pada hakekatnya takut kehilangan
segala yang mengikatnya itu.
Tulisan ini disarikan dari :
Cerita silat karya ASMARAMAN S / KHO PING HOO