Senin, 16 April 2012

MELEPASKAN DUKA

Saudaraku,…
Segala macam duka, benci, takut dan sebagainya adalah perasaan yang muncul sebagai kembangnya pikiran. Pikiranlah yang menjadi biangkeladi segala macam emosi dan sentimen di dalam batin kita. Pikiran mengenang masa lalu, membayangkan masa depan, pikiran yang menimbang-nimbang dan menilai-nilai untung rugi terhadap diri kita, menciptakan segala macam perasaan itu. Bahkan, duka dan pikiran bukan dua hal yang berlainan!

Duka adalah pikiran itulah. Yang merasa punya diri, yang merasa ada aku, juga pikiran itu dan iba diri timbul pula dari permainan pikiran. Iblis itidak berada jauh dari diri kita, bersarang di dalam pikiran setiap saat membisikkan bermacam kata-kata berbisa, dari yang manis merayu, sampai yang mencaci maki dan menusuk perasaan. Betapa pun duka atau benci atau takutnya seseorang apabila pikirannya tidak bekerja lagi, dalam tidur, maka semua bentuk perasaan duka, benci, takut dan sebagainya itu akan lenyap pula!

Oleh karena itu, tidak ada artinya untuk mengalahkan duka, benci atau takut, selama pikiran masih menjadi bisikan iblis. Kalau yang berusaha mengalahkan duka itu pikiran, maka yang muncul hanyalah pelarian, hiburan, dan semua ini kosong dan sia-sia belaka, karena duka ialah pikiran itu sendiri! Bagaimana mungkin pikiran melarikan diri dari dirinya sendiri?

Yang penting adalah melepaskan belenggu ikatan pikiran ikatan si aku, membebaskan diri dari semua permainan pikiran yang menyenangkan masa lalu dan membayangkan masa depan. Bukan aku yang membebaskan, karena yang mengaku sebagai "aku yang berusaha membebaskan" bukan lain adalah pikiran pula, dalam bentuk lain. Pikiran memang lihai dan lincah. Lalu timbul pertanyaan, yaitu bagaimana lalu caranya untuk membebaskan diri dari pikiran ini? Pertanyaan ini pun masih sekali tiga uang, sama saja, karena yang bertanya itu juga si aku atau pikiran yang mempunyai pamrih untuk bebas dari pikiran agar tidak ada duka lagi! Setiap gerakan dari pikiran sudah pasti berpamrih, karena pusatnya adalah si aku yang ingin senang!

Saudaraku,…
Tidak ada pamrih membebaskan diri, namun sadar akan bekerjanya pikiran kita sendiri yang menjadi sumber dari segala perasaan. Dan tidak terdapat cara untuk membebaskan pikiran, karena pikiran adalah aku atau kita sendiri! Akan tetapi, dengan sepenuh kewaspadaan mengamati diri, mengamati apa yang terjadi di dalam dan di luar diri, di dalam pikiran, mengamati diri ketika timbul duka, benci, takut. Pengamatan inilah yang amat penting.

Pengamatan tanpa pamrih, pengamatan tanpa ada si aku yang mengamati karena kalau demikian, tentu si aku akan menilai dan mengubah, mencela dan memuji. Yang ada hanya PENGAMATAN saja, dengan penuh kewaspadaan, dengan penuh perhatian, dengan menyeluruh, namun sedikit pun tidak ada pamrih mengubah atau boleh disebut secara pasif saja.



Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar