Saudaraku,…
Semua orang
bertingkah dan berharap agar mereka mendapat penghormatan dari orang lain.
Semakin dihormat, semakin banggalah rasa hati ini, semakin merasa betapa
dirinya ini ‘besar’. Pengejaran kehormatan ini sesungguhnya bukan lain hanyalah
ketinggian hati, keinginan nafsu yang hendak mengangkat diri sendiri setinggi
mungkin, yang menilai diri sendiri yang paling besar dan paling tinggi, paling
hebat. Karena itu setiap, kali rasa diri besar ini terlanggar, akan marahlah si
aku. Sama juga dengan pengejaran harta benda yang dianggap akan merdatangkan
kebahagiaan, demikian pula pengejaran terhadap kehormatan di dasari anggapan
bahwa kehormatan akan mendatangkan kebahagiaan melalui kebanggaan.
Padahal,
kebahagiaan tidak mungkin dicapai melalui kesenangan berharta besar atau
melalui kebanggaan berkedudukan tinggi. Segala macam bentuk kesenangan bukanlah
makanan jiwa. melainkan sekedar permainan nafsu belaka dan biasanya, nafsu
selalu mengejar yang lebih sehingga kesenangan yang dinikmati itu dalam waktu
singkat saja sudah terasa hambar karena keinginan mengejar yang lebih. Dan
akibatnya maka muncullah kekecewaan dan penyesalan kalau yang dikejar itu tidak
tercapai, atau kebosanan kalaupun tercapai karena kenyataan tidaklah sesenang
yang dibayangkan selagi dalam pengejaran. Kesenangan jelas bukan kebahagiaan.
Dan semua orang mengejar kebahagitan.
Apakah
sesungguhnya kebahagiaan? Demikian timbul pertanyaan abadi sejak dahulu. Semua
orang mengejar kebahagiaan! Dan makin dikejar semakin tak nampak! Maka penting
sekali mempelajari apa sesungguhnya kebahagiaan yang dikejar oleh setiap orang
manusia ini. Apakah hanya sebuah kata? Kata kosong belaka ?
Kebahagiaan jelas
bukan kedukaan karena justeru di dalam penderitaan dukalah manusia merindukan
kebahagiaan. Kebahagian bukan pula kesenangan karena semua orang yang merasakan
kesenangan akhirnya mengakui bahwa kesenangan hanyalah sekelumit dan sementara
saja sifatnya. Kalau kedukaan bukan kebahagiaan, dan kesenangan juga bukan
kebahagiaan, lalu apa? Apakah kebahagiaan yang didambakan seluruh manusia di
dunia ini? Tidak mungkinkah dirasakan orang selagi dia masih hidup? Apakah
kebahagiaan hanya bagian orang yang sudah mati dan hanya terdapat di akhirat?
Semua pertanyaan
ini timbul dan tak seorangpun yang mampu menggambarkan bagaimana sesungguhnya
kebahagiaan itu. Bagaimana rasanya dan bagaimana keadaan seseorang yang
benar-benar berbahagia! Agaknya pertanyaan yang sudah diajukan manusia sejak
ribuan tahun yang lalu ini takkan pernah dapat dijawab. Bagaimana mungkin
menjawabnya kalau bahagia merupakan suatu keadaan yang tak tengambarkan? Suatu
keadaan tabir batin yang hanya dapat dirasakan oleh yang bersingkutan ? Sekali
dibicarakan atau diceritakan, maka cerita atau penggambaran itu tidak mungkin
sama dengan yang digambarkan!
Bahagia bukan
duka bukan suka bukan. Kalau ada duka, tidak ada bahagia, kalau ada suka tidak
ada bahagia. Jelas bahwa bahagia berada di atas suka duka. Merupakan anugerah
Tuhan, dan hanya Tuban yang akan dapat menjadikan seseorang berbahagia. Tak
mungkin dicapai melalui usaha akal pikiran karena kebagiaan berada di atas akal
pikiran yang menjadi sumber suka dan duka. Dan karena itu merupakan ciptaan
Tuhan, pekerjaan Tuhan, maka manusia tak mungkin dapat mencampuri. Seperti
halnya kelahiran dan kematian. Kita hanya dapat PASRAH, menyerah kepada
kekuasaan Tuhan Yang Maha Bijaksana, yang akan mengatur segalanya ! Hanya
pasrah, penuh keiklasan dan ketawakalan. Betapapun juga, manusia hanyalah
ciptaan, dan kekuasaan berada di tangan Sang Pencipta!
Tulisan
ini dikutip dari :
Cerita
silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo