Ambisi atau cita-cita selalu nampak indah cemerlang, jauh lebih indah
daripada apa adanya saat kita mengejar cita-cita itu! Dan telah menjadi
pendapat umum yang menyesatkan bahwa kita manusia hidup HARUS bercita-cita,
karena kalau tidak ada cita-cita, kita akan mati, tidak berdaya cipta, dan
tidak akan maju! Benarkah demikian? Tidak sehat dan tidak cerdaslah namanya
kalau kita hanya menerima pendapat begini atau begitu tanpa menyelidikinya
dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebaliknya kalau kita menyelidiki, apakah
sesungguhnya ambisi atau cita-cita itu?
Cita-cita adalah bayangan akan sesuatu yang belum ada, akan sesuatu yang
kita anggap akan lebih baik, lebih menyenangkan daripada keadaan yang ada
sekarang ini. Cita-cita adalah bayangan suatu keadaan yang lebih menyenangkan.
Bukankah demikian? Jadi, cita-cita adalah pengejaran, atau keinginan akan
sesuatu yang dianggap akan lebih menyenangkan dari pada keadaan sekarang ini.
Ada yang bercita-cita untuk menjadi kaya raya, atau setidaknya jauh lebih kaya
daripada keadaannya sekarang, berarti dia ini mengejar-ngejar harta kekayaan
yang dianggapnya akan mendatangkan kesenangan dalam hidupnya. Ada pula yang
bercita-cita untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada sekarang,
tentu saja cita-cita itu muncul karena dianggap bahwa hal itu akan mendatangkan
kesenangan dalam hidupnya.
Pendapat umum mengatakan demikian, dan kita menerima saja sebagai sesuatu
yang sudah pasti! Padahal, apakah kekayaan dan kedudukan itu pasti mendatangkan
kesenangan? Memang, mendatangkan kesenangan, akan tetapi juga kesusahan sebagai
tandingannya. Yang jelas, tidak akan mendatangkan kebahagiaan! Dan seperti
dapat dilihat dari bukti sehari-hari, yang dikejar-kejar yang masih merupakan
ambisi atau cita-cita itu hanyalah merupakan kesenangan yang pada kenyataannya
tidaklah seindah dan sekemilau seperti yang dikejarnya. Setelah yang dikejarnya
itu terdapat, maka apa yang didapat itu hanya mendatangkan kesenangan sepintas
saja, lalu membosankan, karena mata kita sudah melihat lagi jauh ke depan,
kepada yang kita anggap lebih menyenangkan lagi, yang merupakan penyakit yang
takkan habis sebelum kita mati, yaitu penyakit mengejar sesuatu yang kita
anggap lebih menyenangkan. Dan pengejaran atau penyakit ini membuat kita tidak
pernah dapat merasakan keindahan saat ini, tidak pernah dapat menikmati keadaan
saat ini. Kita hanya menikmati bayangan-bayangan indah dari cita-cita atau
ambisi itu saja.
Kemajuan yang dijadikan pendapat umum itu apakah sesungguhnya? Kalau kita
mau meneliti diri sendiri, segala sesuatu telah kita dasarkan kepada kebendaan,
kepada lahiriah belaka sehingga ukuran kata “kemajuan” bagi kita bukan lain
adalah uang dan kedudukan! Majukah seseorang kalau dia sudah memiliki kedudukan
tinggi atau banyak uang? Beginilah memang pendapat umum, pendapat kita!
Bahagiakah seseorang kalau dia sudah berkedudukan tinggi atau memiliki banyak
uang? Kalau kita menyelidiki mereka yang umum anggap berkedudukan tinggi atau
berharta besar, maka jawabannya ternyata akan berbunyi : TIDAK!
Pengejaran kesenangan sudah pasti mendatangkan perbuatan-perbuatan yang
kejam dan menyeleweng, karena demi pencapaian cita-cita itu kita tidak
segan-segan untuk menyingkirkan siapa juga yang menjadi penghalang. Kita tidak
segan-segan melakukan penyelewengan-penyelewengan, korupsi, kelicikan,
jegal-menjegal, perebutan kursi, apa saja tanpa ada yang diharamkan, demi
mencapai cita-cita atau demi tercapainya yang kita anggap akan menyenangkan
itu.
Dan apakah artinya semua “kemajuan” lahir tanpa disertai kebersihan batin,
tanpa adanya cinta kasih antar manusia dalam batin kita? Dunia sekarang
membuktikannya. Semua “kemajuan” yang serba hebat, tenaga-tenaga yang serba
dahsyat, lebih banyak dipergunakan oleh manusia untuk saling menghancurkan,
saling membunuh. Mari kita sama-sama membuka mata melihat keadaan yang
sebenarnya dari kehidupan kita di dunia. Lihatlah perang senjata-senjata yang
serba dahsyat, serba maut! Lihatlah kepalsuan-kepalsuan dalam politik. Lihatlah
kelicikan-kelicikan dalam perdagangan. Lihatlah perbedaan-perbedaan antara si
kaya dan si miskin. Lihatlah negara ini berlimpah-ruah, negara itu kelaparan.
Lihatlah, lihatlah keadaan dunia pada umumnya.
Saudaraku,…
Apakah kita boleh berbangga hati dan membusungkan dada mengatakan bahwa
kita manusia ini telah “maju”? Betapa menyedihkan!
Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S
/ Kho Ping Hoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar