Saudaraku,…
Duka timbul dari pikiran yang penuh dengan perasaan iba diri. Pikiran
mengenang masa lalu yang penuh dengan kegagalan, membayangkan masa depan yang
penuh kesuraman, maka pikiran atau si aku merasa iba kepada diri sendiri,
merasa nelangsa dan sengsara. Maka datanglah rasa duka, duka menghilangkan kewaspadaan,
melenyapkan arti hidup. Hidup bukanlah sekedar membiarkan diri diseret ke dalam
lamunan, membiarkan diri dipermainkan pikiran! Hidup adalah kenyataan apa yang
ada, tidak perduli kenyataan itu menyenangkan atau menyusahkan. Yang senang ,
atau yang susah itu adalah pikiran, si-aku yang selalu menghendaki keenakan dan
menghindarkan ketidak enakan. Kenyataan hidup adalah seperti apa adanya, dan
menerima kenyataan apa adanya adalah seni paling indah,
paling agung dan paling murni dari kehidupan. Menerima kenyataan seperti apa
adanya, tanpa menilai! Tanpa mengeluh Melainkan menyerahkan kepada Tuhan! Tuhan
Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Kasih! Hanya Tuhan yang akan mampu membimbing
kita, lahir maupun batin.
Kewajiban kita dalam hidup hanyalah untuk mempergunakan segala alat yang
ada pada tubuh ini sebagaimana mestinya. Panca indera untuk bekerja seperti yang telah ditentukan dalam tugas
masing-masing, termasuk pikiran yang sesungguhnya merupakan alat untuk
berpikir, untuk bekerja, untuk dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat, baik
bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Pikiran bukan alat untuk menyeret
kita ke dalam lamunan kosong tentang suka duka. Kita tidak mungkin dapat
membersihkan pikiran yang bergelimang dengan daya-daya rendah, pikiran yang
penuh nafsu, pikiran yang penuh dengan keinginan untuk mengejar enak sendiri.
Tak mungkin, karena "kita" yang ingin membersihkan ini juga pikiran
itu sendiri! Dan selalu keinginan pikiran hanya bersumber pada satu pamrih,
yaitu mengejar keenakan untuk diri sendiri. Dapat saja pikiran menciptakan akal
bermacam-macam seperti sebutan muluk-muluk, bertapa, mengasingkan diri,
mengheningkan cipta dan segala macam cara lagi untuk membersihkan batin. Namun,
semua itu adalah pekerjaan pikiran, pekerjaan si aku, usaha dari nafsu pula karena pikiran itu sendiri bergelimang nafsu,
dikemudikan nafsu. Di balik semua usaha itu terdapat satu pamrih, yaitu sifat
dari nafsu, ialah untuk mengejar keenakan bagi diri sendiri! Karena itu, tidak
mungkin kita membersihkan pikiran, tidak mungkin nafsu mengendalikan atau
mengalahkan nafsu. Semua ini hanya akal-akalan saja, akalnya si akal-pikir!
Satu-satunya kenyataan adalah bahwa yang dapat merubah segalanya itu, yang
dapat membersihkan jiwa dari cengkeraman nafsu, yang dapat menempatkan semua
alat tubuh luar dalam kepada kedudukan dan tugas mereka masing-masing secara
utuh dan benar, hanyalah KEKUASAAN TUHAN! Dan kekuasaan Tuhan akan bekerja
kalau si -aku, yaitu hati dan akal pikiran kita tidak bekerja! Dan kekuasaan
Tuhan akan bekerja kalau kita menyerah kepadaNya, menyerah dengan penuh
ketawakalan, kepasrahan dan keiklasan, menyerah dengan kesabaran. Kehendak
Tuhanpun jadilah! Itu satu-satunya kenyataan yang mutlak. Dalam kepasrahan
lahir batin ini, kita akan menerima semua kenyataan hidup sebagai kehendak
Tuhan, dan karenanya kita menghadapinya tanpa keluhan, tanpa celaan. Bukan
berarti kita lalu acuh dan mandeg. Sama sekali tidak! Kita pergunakan semua
alat tubuh luar dalam untuk berusaha! Tuhan yang akan memberi bimbingan dan tuntunan.
Kalau sudah begini, apapun yang terjadi, tidak menimbulkan penasaran atau
keluhan, apa lagi duka. Selain ingat dan waspada. Ingat kepada Tuhan dan
kekuasaanNya yang mutlak, menyerah, dan waspada terhadap setiap gerak langkah
kita dalam hidup, waspada terhadap pikiran kita, terhadap ucapan kita, terhadap
perbuatan kita, seperti kewaspadaan seorang yang memegang kemudi kendaraan. Dan
Tuhan Maha Kasih!