Saudaraku,…
Segala peraturan
sopan santun yang kita buat sendiri demi “kehormatan” sudah sedemikian
berlebih-lebihan sehingga mencetak kita menjadi manusia-manusia palsu,
munafik-munafik besar yang selalu berbeda lahir dengan batinnya, kepura-puraan
yang hanya menguntungkan perasaan si aku yang menganggap diri agung dan
terhormat, akan tetapi kadang-kadang merugikan bagi diri sendiri maupun orang
lain. Betapa seringkali kita lebih mengutamakan si aku yang hanya angan-angan
belaka ini, demi nama baik dan demi kehormatan si aku, biarlah badan ini
menderita!
Aneh memang,
bodoh memang, akan tetapi kenyataannya demikianlah. Sampai di jaman inipun kita
semua menjadi hamba dari pada pengagungan si aku ini. Lihat saja di kanan kiri,
lihat saja pada diri kita sendiri. Sepasang kaki kita menjerit dan mengeluh
oleh sempitnya sepatu yang menekan demi untuk kehormatan! Peluh kita bercucuran
oleh gerah dan panasnya pakaian “sopan” demi untuk kehormatan! Perut kita kalau
perlu kita tekan dan kelaparan demi untuk kehormatan. Mulut kita dipaksa
senyum-senyum walau hati sedang berduka demi untuk kehormatan dan masih banyak
lagi contoh-contoh yang membuat kita kadang-kadang menjadi heran sendiri karena
kelakuan kita, demi kehormatan itu, seperti tidak normal lagi. Si aku yang gila
kehormatan ini membuat kita menjadi manusia-manusia yang gila atau tidak normal
lagi!
Sopan santun dan
tata susila memang perlu bagi kita manusia yang hidup bermasyarakat, namun
tata-susila dan sopan-santun ini kita adakan bersama demi menjaga perasaan
orang lain, agar tidak menyinggung dan untuk pelaksanaan dari pengertian kita
tentang kesopanan dengan menggunakan akal budi. Akan tetapi kalau sudah
menjurus ke arah kecondongan mencari pujian, lalu menjadi berlebih-lebihan
bahkan tidak praktis lagi!
Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar